Di Hadapan Satgas Yonif 501, YSA Tobat Jadi OPM, Sekarang Komitmen Bela NKRI
Anggota OPM diarahkan kembali ke pangkuan NKRI.

REPUBLIKA.CO.ID, SORONG -- Tak semua anggota OPM memberontak aturan Indonesia. Pasti ada dari mereka yang bersedia kembali ke pangkuan NKRI.
Anggota OPM berinisial YSA di Kabupaten Maybrat, Papua Barat Daya, yang sebelumnya tergabung dalam kelompok bersenjata pimpinan Zet Fattem menyatakan diri untuk bergabung kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Komandan Satgas Yonif 501/BY Letkol Inf Yakhya Wisnu A, dalam keterangan yang diterima di Sorong, Selasa, menjelaskan kembalinya YSA ke pangkuan NKRI ini selain tekanan internal organisasi OPM tetapi juga bagian dari upaya pendekatan persuasif dari satgas.
"Kami tidak melihat masa lalu, kami melihat harapan ke depan. NKRI terbuka untuk siapapun anak bangsa yang ingin kembali," ujar Dansatgas Yakhya.
Keberhasilan ini diharapkan menjadi momentum penting yang dapat menginspirasi anggota kelompok separatis lainnya untuk mengikuti jejak YSA meninggalkan konflik dan turut serta membangun Papua dalam kedamaian dan kesejahteraan.
YSA secara resmi mengikuti prosesi pemutihan yang dilaksanakan di TK Fuog, Maybrat pada Senin (14/4). Acara ini dihadiri oleh berbagai elemen penting, termasuk aparat pemerintah daerah, tokoh adat, dan tokoh masyarakat, sebagai simbol penerimaan dan dukungan terhadap proses reintegrasi mantan anggota separatis ke dalam kehidupan masyarakat sipil.
"Keberhasilan ini merupakan hasil nyata dari kombinasi strategi militer dan pendekatan humanis yang diterapkan oleh Satgas Yonif 501/BY," ujarnya.
Dia mengatakan, selain menjalankan operasi ofensif untuk mempersempit ruang gerak kelompok separatis, Satgas juga aktif membangun kepercayaan masyarakat melalui berbagai kegiatan teritorial seperti pembangunan jembatan di Kampung Fuog serta pelayanan kemanusiaan lainnya.
Menyelamatkan pendulang emas dari pembantaian OPM
Tentara Nasional Indonesia (TNI) dikabarkan mengevakuasi 52 pendulang emas yang selamat dari penyerangan kelompok separatis bersenjata Papua Merdeka di Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan, Rabu (9/4/2025) waktu setempat. Kapendam XVII/Cenderawasih Kolonel Candra Kurniawan mengatakan evakuasi tersebut dilakukan menyusul aksi pembunuhan yang dilakukan kelompok separatis terhadap para penambang emas di Distrik Suntamon beberapa waktu lalu.
“Benar. Sudah korban yang selamat sudah dilakukan evakuasi,” begitu kata Kolonel Candra saat dihubungi Republika dari Jakarta, Rabu (9/4/2025). Kolonel Candra mengacu pada penjelasan Dandim 1715/Yahukimo Letnan Kolonel (Letkol) Tommy Yudhistyo yang menyampaikan 12 penambang selamat dievakuasi ke Distrik Dekai yang masih berada Yahukimo. Dan 40 penambang selamat lainnya dievakuasi ke Desa Mabul di Distrik Koroway, Kabupaten Asmat, di Papua Selatan.
Para penambang selamat tersebut, Kolonel Candra melanjutkan, adalah para warga biasa. Hal tersebut, sekaligus membantah penyampaian sepihak kelompok separatis yang mengatakan 11 penambang emas korban pembantain hingga tewas adalah para anggota TNI yang menyamar.
“Pemberitaan bahwa korban adalah prajurit TNI (yang menyamar), adalah hoaks (tidak benar),” tegas Kolonel Candra. Kata dia, tudingan kelompok separatis tersebut hanya upaya untuk membenarkan diri atas pembantaian-pembantaian yang sering dilakukan terhadap warga sipil.
“Itu (TNI menyamar) hanyalah propaganda sengaja disebar oleh gerombolan OPM (Organisasi Papua Merdeka) dan simpatisannya. Semua itu alasan yang dicari-cari oleh gerombolan OPM untuk mencari pembenaran aksinya untuk membunuh warga sipil,” ujar Kolonel Candra.
“Tidak ada prajurit TNI yang (menyamar) sebagai pendulang. Sehingga sudah dipastikan korban-korban tersebut bukan prajurit TNI. Karena tidak ada prajurit TNI di lokasi tersebut,” kata Kolonel Candra. TNI mengutuk penyerangan-penyerangan kelompok separatis bersenjata terhadap warga biasa, dan sipil di Papua itu. “Sejatinya OPM adalah biadab, sebagai penjahat kemanusian,” ujar dia.
11 penambang tewas dibunuh OPM
Terkait dengan kabar tewasnya 11 pendulang emas tersebut, Kolonel Candra melanjutkan, otoritasnya belum dapat memastikan jumlah korban. “Belum dapat dipastikan berapa jumlah yang meninggal ataupun yang luka-luka,” kata Kolonel Candra. Akan tetapi, dia menerangkan, kabar tentang penyerangan kelompok separatis di Distrik Suntamon yang menewaskan para pendulang emas adalah benar. Kabar tersebut, kata Kolonel Candra, berdasarkan dari penjelasan para warga pendulang yang berhasil selamat.
“Dari pemdalaman beberapa warga pendulang yang berhasil mengungsi, diperoleh keterangan bahwa benar terdapat beberapa warga sipil yang seharihari sebagai pendulang telah menjadi korban penyerangan dari gerombolan OPM penjahat kemanusian,” kata Kolonel Candra. Pada Selasa (8/4/2025) kelompok separatis bersenjata Papua Medeka kembali mengabarkan tentang aksi-aksi penyerangan. Markas Pusat Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) menyampaikan kelompoknya telah melakukan pembantaian yang menewaskan 11 penambang emas di Yahukimo, Papua Pegunungan.
Juru Bicara TPNPB Sebby Sambom mengatakan para korban tersebut adalah anggota-anggota Tentara Nasional Indoensia (TNI) yang menyamar. Sebby menerangkan, pembunuhan para anggota militer yang menyaru sebagai penambang emas tersebut dilakukan dalam operasi penyerangan yang dilakukan sepanjang Ahad (6/4/2025), sampai Selasa (6/4/2025). Penyerangan tersebut, kata Sebby dilakukan oleh regu bersenjata Dejen Heluka dan Karis Giban yang merupakan anggota kelompok sayap militer Organisasi Papua Merdeka (OPM) di bawah pemimpin Hom Heluka dan Almarhum Giban dari Kodap III Nduga-Derakma.
“Pembunuhan tersebut dilakukan selama tiga hari berturut-turut hingga Selasa (8/4/2025) dan berhasil membunuh 11 orang anggota militer pemerintah Indonesia yang menyamar sebagai pendulang emas di wilayah operasi TPNPB,” ujar Sebby dalam keterangan tertulis yang diterima Republika di Jakarta, pada Selasa (8/4/2025). Selain menewaskan 11 orang, dalam penyerbuan kelompok tersebut, sayap bersenjata OPM itu juga mengeklaim membuat tiga orang lainnya luka-luka.