Negara Kuat Berikut ini Bangun Pangkalan Militer Besar, Salah Satunya Tetangga Indonesia
Pangkalan militer besar menjadi tanda kesiapan perang skala besar.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Kedamaian dunia sedang tidak baik-baik saja. Israel yang didukung Amerika berperang melawan kelompok perlawanan di Palestina, Lebanon, Suriah, bahkan Iran. Amerika membombardir Houthi Yaman untuk memudahkan Israel mewujudkan ambisi kekuasaannya.
Belum lagi Rusia yang jor-joran membombardir Ukraina. Sebab negara bekas Soviet itu berambisi menjadi anggota NATO yang itu merupakan ancaman serius bagi Rusia.
Kini Amerika juga berhadap-hadapan dengan China, kekuatan ekonomi dan militer terbesar kedua di dunia. Menteri Pertahanan Amerika Pete Hegseth pernah mengatakan, hanya dalam hitungan 20 menit pertama jika perang melawan China, semua kapal tempur Amerika hancur dibombardir China.
China pun kini terus memprovokasi Taiwan, berambisi untuk memasukkan negara tersebut kedalam wilayah kekuasaannya. India juga ikut-ikutan memperbesar angkatan bersenjatanya. Apakah mereka akan bertempur habis-habisan? bukan tidak mungkin. Saat ini berbagai negara menjadikan kekuatan militer sebagai alat diplomasi. Bukan sekadar tawar menawar atau silat lidah, diplomasi juga dilakukan dengan pamer pesawat tempur dan segala kecanggihan teknologi mematikan yang membuat lawan bicara ketakutan.
Salah satu strategi utama masing-masing negara adalah membangun pangkalan militer berskala besar. Pangkalan militer utama yang dibangun oleh negara-negara besar, baik di dalam maupun di luar perbatasan mereka, merupakan bagian dari strategi setiap negara untuk melindungi keamanan nasionalnya dan mengamankan kepentingannya di seluruh dunia.
Sementara Amerika Serikat terutama bergantung pada pangkalan militer asing untuk mengerahkan pasukannya di seluruh dunia karena jarak geografis, negara-negara lain, seperti China, membangun pangkalan militer besar-besaran di dalam negeri atau di pulau-pulau buatan yang mereka bangun di perairan teritorial mereka dan wilayah sekitarnya.
Sebuah laporan yang diterbitkan oleh Badan Sputnik Rusia (versi bahasa Inggris) memuat informasi tentang lima fasilitas militer yang dibangun oleh lima negara yang dapat mengubah keseimbangan kekuatan di dunia, sebagai berikut:
Pangkalan Militer Andersen, Guam
Amerika Serikat sedang membangun fasilitas baru untuk menempatkan pesawat pengebom B-21 Raider di Pangkalan Angkatan Udara Andersen di pulau Pasifik Guam, yang bertujuan untuk memperkuat posisi militer Amerika di kawasan tersebut dan meningkatkan kemampuan angkatan udaranya untuk menghadapi China dan Korea Utara.
Basis militer di China
Militer Cina dilaporkan sedang membangun pusat komando besar di Beijing, diyakini sepuluh kali lebih besar dari Pentagon.
Berita ini telah memunculkan kekhawatiran di kalangan badan intelijen Barat, yang khawatir bahwa proyek tersebut merupakan indikasi persiapan China untuk konflik berskala besar, yang mungkin melibatkan penggunaan senjata nuklir.
Ekspansi militer India di Kepulauan Andaman dan Nicobar
India sedang mengembangkan infrastruktur militer di Kepulauan Andaman dan Nicobar di Samudra Hindia, di tengah meningkatnya kekhawatiran tentang tindakan China di wilayah tersebut.
Para analis menegaskan bahwa pembangunan pangkalan angkatan laut, bandara militer, dan pelabuhan bertujuan untuk memperkuat kehadiran strategis India di Samudra Pasifik dan mengamankan navigasi regional.
Pusat Perawatan Kelautan Australia
Pemerintah Australia telah mengumumkan investasi sebesar $127 juta selama tiga tahun untuk memodernisasi galangan kapal Henderson dekat Perth.
Peningkatan ini bertujuan untuk mengubah lokasi tersebut menjadi pusat pemeliharaan utama bagi kapal selam nuklir Australia, sebagai bagian dari kemitraan nuklir AUKUS dengan Amerika Serikat dan Inggris.
Pangkalan Rusia di Sudan
Laporan tersebut didasarkan pada pernyataan sebelumnya oleh Kementerian Luar Negeri Sudan, yang menyatakan bahwa Rusia akan membangun pangkalan militer di negara itu, dekat Laut Merah, salah satu jalur laut terpenting di dunia.
Tahun lalu, Kementerian Luar Negeri Sudan mengonfirmasi bahwa otoritas Sudan tidak memiliki keberatan substantif terhadap pendirian pangkalan angkatan laut Rusia di negara tersebut.
Hal ini terjadi setelah pernyataan Duta Besar Rusia untuk Khartoum, Andrei Chernovol, di mana ia menyatakan bahwa Sudan belum dapat menyelesaikan prosedur ratifikasi untuk perjanjian pendirian pangkalan angkatan laut Rusia di Laut Merah.
"Pada tahun 2019, sebuah perjanjian bilateral ditandatangani untuk mendirikan pusat dukungan logistik bagi Angkatan Laut Rusia di Port Sudan. Namun, karena krisis politik internal, serta pembubaran parlemen, pihak Sudan belum dapat menyelesaikan prosedur internal yang diperlukan untuk ratifikasi," kata Chernovol dalam wawancara sebelumnya dengan Sputnik.
Ia menambahkan, "Terlepas dari semua ini, keputusan akhir ada di tangan teman-teman Sudan kita."
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengonfirmasi bahwa "perjanjian untuk mendirikan pusat dukungan material bagi Angkatan Laut Rusia di Sudan kini sedang dalam proses ratifikasi."