DPD Merasa Ada Pengkhianat Saat Pemilihan Ketua MPR
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPD dianggap telah kehilangan momentum sebagai penyeimbang dalam sistem demokrasi Indonesia. Yaitu, setelah Oesman Sapta Odang gagal menduduki kursi Ketua MPR.
"Kekalahan Pak Oesman Sapta menandakan DPD kehilangan momentum sebagai penyeimbang panasnya hubungan DPR-DPD," kata Anggota DPD asal Bali I Gusti Ngurah Arya Wedakarna MWS III di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (8/10).
Arya menilai, ada pengkhianatan di tubuh DPD. Sehingga wakilnya tidak jadi menempati posisi tertinggi di MPR. Hal itu karena oknum anggota DPD incumbent yang bersifat politis. Sehingga mengorbankan keinginan untuk meningkatkan posisi tawar lembaga tersebut.
"Saya yakin tiga sampai empat periode DPD ke depan tidak bisa terjadi lagi seperti sekarang (kesempatan menduduki Ketua MPR). Saya juga yakin ke depan kewenangan DPD akan dipreteli," ujarnya.
Dari awal, kata dia, DPD solid mendukung Oesman menjadi ketua MPR. Namun setelah pukul 18.00 WIB pada Selasa (8/10) anggota DPD mulai pecah.
Hal itu karena adanya sandiwara yang dimainkan tokoh incumbent DPD di hadapan para senator baru. "Saya curiga ada tokoh incumbent ikut bersandiwara di hadapan DPD baru yang diarahkan untuk tidak solid," katanya.
Ketakutan lain dari kekalahan Oesman adalah amandemen UUD yang memudahkan pemakzulan terhadap presiden. Termasuk mengubah aturan pemilihan presiden dari langsung menjadi melalui MPR.
Dia menduga dalam lima tahun ke depan kemungkinan amandemen UUD untuk mengubah pemilihan presiden akan terjadi. "Tidak ada yang tidak mungkin apabila ada keinginan itu (pemakzulan presiden)," katanya.
Selain itu, menurut dia, ke depan fungsi DPD juga akan dikerdilkan. Sehingga tidak bisa berperan dalam sistem demokrasi Indonesia.