DPD Tengarai Kebocoran Distribusi Pupuk Bersubsidi
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Komite II DPD RI menengarai adanya kebocoran distribusi pupuk bersubsidi di sejumlah daerah akibat permainan antara distributor dengan pihak tertentu. Ia merekomendasikan pemerintah melakukan audit menyeluruh terhadap distribusi pupuk bersubsidi.
“Dari data yang kami peroleh, memang terjadi kesenjangan volume antara kebutuhan pupuk dengan alokasi anggaran subsidi pupuk,” ujar Ketua Timja Advokasi Pupuk Bersubsidi Komite II DPD RI, Muhammad Syukur Algoodry, di Senayan, Kamis (11/6).
Dugaan itu menguat karena distributor ikut menentukan jumlah pupuk bersubsidi dalam Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK). Padahal, kebutuhan jumlah pupuk bersubsidi dalam RDKK tersebut merupakan acuan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) yang mengatur kebutuhan dan harga eceran tertinggi (HET) pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian.
Misalnya, Permentan Nomor 130/Permentan/SR.130/11/2014 yang mengatur kebutuhan dan harga eceran tertinggi pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian tahun anggaran 2015.
Permentan mengalokasikan subsidi pupuk dengan volume produksi pupuk bersubsidi 9,550 juta ton. Sementara, kebutuhan dalam rencana definitif kebutuhan kelompok sebagai acuan permentan justru menetapkan volumenya 13,5 juta ton.
Syukur menilai, sebagai acuan dalam menentukan volume produksi pupuk bersubsidi, RDKK tidak valid. Akibatnya, kendati setiap tahun Pemerintah menaikkan volume produksi pupuk bersubsidi, setiap tahun pula terjadi kelangkaan pupuk bersubsidi.
“Petani di desa-desa tidak mengerti apa itu RDKK. Petani di desa-desa juga banyak yang tidak menjadi anggota kelompok tani. Mereka mengeluh karena ketika membeli pupuk tidak dilayani atau ditolak oleh distributor dengan alasan namanya tidak tercantum sebagai petani yang berhak membeli pupuk bersubsidi,” papar Syukur.