DPD Dukung Terbentuknya Provinsi Bolaang Mongodow Raya
REPUBLIKA.CO.ID, MANADO -- DPD RI mendukung terbentuknya Provinsi Bolaang Mongondow Raya (BMR) yang saat ini masih berstatus sebagai Kabupaten Provinsi Sulawesi Utara (Sulut). Hal ini disampaikan oleh Wakil Ketua DPDRI Farouk Muhammad dalam rapat koordinasi sinkronisasi aspirasi daerah (rakorda SAD) yang di selenggarakan di Gedung DPDRD Kabupaten Bolaang Mongondow pada hari jumat (18/9).
Provinsi Bolaang Mongondow Raya di jamin oleh perwakilan DPD RI masuk dalam pembahasan lanjutan di DPR RI. Farouk mengatakan proses pemekaran DOB terus di kawal dan terus diperjuangkan oleh DPD untuk segera. Terlebih menurutnya ini sudah mendapatkan signal dari presiden Jokowi, akan tetapi pemerintah saat ini masih menyeriusi masalah gonjangan ekonomi Indonesia.
"Soal pemekaran DOB, termasuk PBMR, kita terus melakukan upaya komunikasi kepada pemerintah mendorong percepatan pembahasan pemekaran dengan segera. Sebenarnya usulan pembahasan ini sudah di mulai sejak Januari, sesuai surat dari DPD yang di kirimkan ke Pemerintah," kata dia.
Dengan adanya perubahan undang-undang (UU) tentang pemerintah daerah dari UU 32 tahun 2004 menjadi UU 23 tahun 2014 yang peraturan pemerintah (PP) nya akan dirumuskan, dijelaskan bahwa suatu daerah yang telah memenuhi persyaratan kewilayahan di UU 32 dengan PP yang lama, ada mekanisme yang berbeda, dimana sebelum terbentuk daerah otonomi baru maka harus ada tahap penetapan sebagai Daerah Persiapan.
Menurut UU maka diperlukan evaluasi selama 3 tahun, nanti akan ada tim evaluator yang akan ditentukan pemerintah yang memonitoring evaluasi daerah persiapan tersebut, jika dinilai layak maka akan ditentukan apakah daerah persiapan itu bisa menjadi provinisi atau kabupaten.
Staf Ahli Kemendagri menyampaikan bahwa, Syarat daerah persiapan termaktub dalam UU no 32 tahun 2004, awalnya ditetapkan langsung menjadi DOB memenuhi syarat, akan tetapi evaluasi dari fakta yang ada dari beberapa kabupaten/ kota yang berubah menjadi daerah otonom itu ternyata tidak mampu sehingga malah membebani karena sudah tidak mendapat subsidi kabupaten.
"Propinsi pun sudah tidak memberikan subsidi sehingga hanya mengandalkan anggaran Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus DAK yang notabene dari Pemerintah Pusat, sedangkan penggalian sumber daya di daerah tidak optimal", ujarnya.