Potensi Kebocoran Belanja Pemerintah Bisa Capai 50 Persen

MPR
Wakil Ketua MPR Mahyudin.
Rep: Eko Supriyadi Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembangunan sarana dan maupun prasana dalam menunjang roda perekonomian dan pelayanan masyarakat di Indonesia menjadi sebuah keharusan. Namun, dalam implementasinya seringkali dijumpai berbagai penyimpangan dalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah. Wakil ketua MPR Mahyudin mengatakan pengadaan barang dan jasa pemerintah paling rawan diselewengkan.

Berdasarkan data yang ada, terdapat kerugian negara yang ditimbulkan akibat penyimpangan terhadap ketentuan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah, yang ternyata nilainya luar biasa fantastis. Berdasarkan catatan KPK, bahwa belanja barang dan jasa pemerintah ada indikasi kebocoran berkisar 30 persen hingga 50 persen, dengan dengan nilai total mencapai Rp 240 triliun.

''Kasus korupsi yang paling banyak dilakukan pejabat pemerintah umumnya dalam proyek pengadaan barang dan jasa. Dan pengadaan barang dan jasa ini merupakan jenis korupsi yang paling tinggi,'' kata Mahyudin, saat menjadi pembicara kunci dalam bedah buku 'Kiat-kiat Terhindar dari Korupsi pada Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah', di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (22/9).

Mahyudin menegaskan, dalam upaya untuk menegakan akuntabilitas para pegawai pemerintah, harus dilakukan dengan memperkuat dan menjalankan mekanisme hukuman. Pemberdayaan fungsi kontrol dan pengawasan itu juga tidak hanya meliputi lembaga-lembaga publik, tetapi juga lembaga-lemabaga anti korupsi.

Untuk memberdayakan fungsi ini, lanjut dia, salah satu strategi yang harus diterapkan adalah memperkuat kelembagaan dan mekanisme kontrol resmi untuk memonitor para pegawai dan pejabat.

''Tanpa adanya sinergi dari berbagai pihak, dengan peran yang diemban dan dijalankan dengan caranya masing-masing, maka akan sangat sulit untuk menyelamatkan kebocoran pengadaan barang dan jasa pemerintah yang bersumber dari keuangan negara,'' ujarnya.

Mahyudin beranggapan, buku tersebut memiliki makna positif terhadap pencegahan praktik korupsi pengadaan barang dan jasa pemerintah yang selama ini telah mendarah daging di sebuah instansi manapun, dan juga memberikan negara manapun, dan juga memberikan pencerahan bagi para penyelenggara negaea dalam mengambil kebijakan, agar terhindar dari praktek kotor tersebut.


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler