DPD: Amandemen UUD Sebuah Keniscayaan
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPD John Pieris menilai, amandemen UUD buka lagi hanya sekedar wacana.
Sebab, langkah-langkah yang dilakukan guna mendorong terwujudnya amandemen, terutama dalam penguatan DPD semakin nyata.
''Proses penguatan tidak semata-mata datang dari Parpol. Tapi Perguruan Tinggi, OKP, LIPI, Lemhanas, dan sudah mencapai tahap konvergensi yang sama bahwa amandemen UUD sebuah keniscayaan,'' kata John pieris, usai bertemu dengan Rektor Universitas Kristen Indonesia (UKI), di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (15/3).
Dalam pertemuan itu, John menilai perguruan tinggi merupakan sumber perspektif dan teori, sehingga harus banyak menampung aspirasi dari mereka. Sejak tahun 2015, John menyatakan sudah ada 80 perguruan tinggi yang menyampaikan aspirasinya ke DPD.
''Kita harapkan amandemen tahun ini. Karena 2017 itu sudah persiapan pemilu serentak, pilkada, atau paling tidak selambat-lambatnya 2017,'' ujarnya.
John mengklaim, mayoritas partai di parlemen sudah sepakat untuk membahasa amandemen dengan adendum tersebut. Sehingga, sebenarnya MPR tinggal merumuskan konsensus politik saja.
Wakil ketua DPD Farouk Muhammad, menyatakan rumusan seminar dalam penguatan peran DPD sangat berarti dalam kondisi DPD yang menjadi pembicaraan publik.
''Tidak hanya pada elit nasional, tapi juga menampung kekhawatiran dari konstituen kami di daerah. Sehingga hal itu sangat berarti,'' jelasnya.
Rektor UKI Maruarar Siahaan menuturkan, masalah lemahnya peran DPD ini bisa menjadi problem nasional. Karena pembuat UU tidak boleh mengundangkan kembali UU yang sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.
''Karena itu saya heran, perubahan konstitusi pasal 22 huruf e dan d, harus dipatuhi. Saya melihat ini menjadi problem bangsa, ada keinginan untuk tidak menjalankan konstitusi dan bisa menimbulkan krisis,'' jelasnya.