Ini Urgensi RUU Ketentuan Umum Perpajakan untuk Lengkapi RUU Tax Amnesty
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) dinilai perlu dilengkapi dengan dasar hukum lainnya yakni RUU Ketentuan Umum Perpajakan (KUP). Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Farouk Muhammad mengatakan jika belum ada perbaikan sistem dan mekanisme perpajakan yang memadai, maka RUU Pengampunan Pajak hanya terfokus pada manfaat jangka pendek.
Manfaat jangka pendeknya yakni berupa tambahan pemasukan negara untuk menutup tidak tercapainya penerimaan dari pajak (shortfall). Farouk mengatakan pemerintah harus cermat dan hati-hati dalam menggunakan perangkat hukum terkait pengampunan pajak. Selain itu, dampak lain yang ditimbulkan dari Tax Amnesty adalah potensi moral hazard relatif tinggi, karena sulit mengukur kepatuhan wajib pajak setelah memperoleh pengampunan. Jika tidak hati-hati, dia menilai kecenderungannya wajib pajak akan kembali menempatkan dananya ke luar negeri.
"Selain itu, Wacana pengampunan pajak tidak menimbulkan efek kejut tetapi memberikan alibi baru bagi Wajib Pajak bandel untuk lolos dari sanksi," kata dia.
Lebih jauh Farouk menambahkan, dengan adanya RUU KUP akan tercipta kebijakan pajak yang berkesinambungan dari KUP sebelumnya. Dia mengatakan RUU KUP akan memperbaiki kerangka kebijakan perpajakan sebelumnya yang ditenggarai sudah tidak relevan dengan perkembangan ekonomi. Selain itu, diharapkan dalam KUP nantinya akan terdapat perubahan struktur kelembagaan perpajakan yang lebih efektif dan efisien dari sisi tugas dan kewenangannya.
KUP juga diharapkan akan memberikan kemudahan bagi pemerintah untuk bisa merealisasikan road map perpajakan 2015-2019 yang sudah pernah disusun oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP), dimana target rasio pajak (tax ratio) akan mencapai 16 persen pada tahun 2016. Farouk berharap, setelah RUU Pengampunan Pajak dibahas, maka pemerintah perlu segera menindaklanjuti dengan RUU Ketentuan Umum Perpajakan, sebagai bentuk reformasi sistem perpajakan nasional.
"Barulah kemdian pemerintah bisa merencanakan target penerimaan perpajakan yang lebih realistis dan sesuai dengan kondisi yang ada," kata Farouk.