DPD Ajak Parlemen Semua Negara Bersama Hadapi Ancaman Global
Parlemen bukan hanya representasi masyarakat sebuah negara tapi masyarakat dunia.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Nono Sampono, mengatakan saat ini dunia tengah menghadapi berbagai tantangan. Di hadapan parlemen di dunia Nono mengajak semua negara untuk bersama-sama menghadapi persoalan tersebut.
Tantangan tersebut menurut Nono antara lain ketegangan politik, konflik sipil bahkan militer, kekerasan dalam demokrasi, pelanggaran hak azasi manusia, krisis ekonomi dan keuangan, ancaman katahanan pangan dan energi. Tak ketinggalan ancaman berupa bencana alam dan kerusakan lingkungan hidup, kesenjangan dan kemiskinan sampai dengan ancaman terorisme.
"Adalah tepat bila parlemen negara-negara dunia untuk ikut andil dalam menyelesaikan sekaligus mencari solusi terhadap persoalan-persoalan tersebut di atas," kata Nono dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Jumat (5/7).
Nono menuturkan parlemen bukan hanya representasi dari masyarakat sebuah negara semata tetapi juga representasi masyarakat dunia. Hubungan antarperlemen dapat memberi kontribusi antarnegara dengan membuat saluran dialog yang dipandu oleh prinsip kesetaraan, keterbukaan, solidaritas, saling membantu dan saling menguntungkan kerja sama dalam dialog internasional.
"Secara kelembagaan parlemen adalah kekuatan untuk memberikan dukungan politik serta menciptakan payung-payung hukum terhadap implementasi baik untuk kepentingan sebuah negara maupun kepentingan dunia. Khususnya untuk ancaman terorisme yang awalnya hanya bersifat lokal dan memeperjuangkan ideologi semata kemudian berkembang meningkat menjadi ingin merebut serta mengambil alih kekuasaan dari sebuah negara bahkan mengancam kehidupan manusia secara universal," jelasnya.
Dalam Deklarasi PBB No 1368 dan 1373 sebagai landasan hukum mewajibkan 189 negara anggota untuk memerangi dan mengakhiri aksi teroris, pihak yang membantu serta membawa para pelaku untuk diadili. Oleh karena itu kerja sama global perlu dilakukan untuk mengatasi ancaman terorisme.
"Namun hubungan internasional hendaknya harus didasarkan pada prinsip dialog, kerja sama, menghormati hukum internasional itu sendiri, menghormati kedaulatan negara dan non intervensi dalam urusan internasional serta memenuhi kepentingan pembangunan berkelanjutan untuk masyarakat sehingga memperkuat hubungan parlemen untuk mengembangkan kerjasama multi-vekro dan mempromosikan kepentingan umum dan nilai di arena internasional," tuturnya.
Ia menambahkan perlu adanya kebijakan imbang dalam penciptaan stabilitas keamanan (security). Selain itu, penghormatan kepada HAM juga diperlukan. "Sebagai penutup saya ingin meyakinkan bahwa Indonesia akan tidak pernah lelah dan berhenti mengembangkan kohesi yang lebih kuat atas dasar kepentingan bersama untuk menghadapi berbagai isu dan tantangan global yang kita hadapi bersama," ucapnya.