Syarief Hasan: MPR Bersilaturahmi untuk Serap Aspirasi
Silaturahmi MPR untuk mencari aspirasi terkait agenda amandemen terbatas UUD 1945
JAKARTA -- Wakil Ketua MPR Syariefuddin Hasan mengungkapkan bahwa salah satu tugas yang merupakan pekerjaan besar dan utama MPR periode 2019-2024 saat ini dan kedepan adalah, tetap melakukan silaturahmi ke berbagai elemen masyarakat. Langkah ini dilakukan untuk menyerap aspirasi tentang hal-hal yang sangat penting seputar kebangsaaan.
Salah satu hal penting tersebut, kini sedang menjadi agenda pembahasan dan menjadi fokus MPR kedepan, yakni soal amandemen terbatas UUD 1945 terkait haluan negara yang telah menjadi perbincangan luas publik. Wacana tersebut merupakan bentuk aspirasi rakyat yang kemudian ditangkap MPR periode 2014-2019, dikaji dan akhirnya menjadi bahan rekomendasi, lalu diserahkan kepada MPR periode sekarang.
“Untuk melakukan kajian apalagi memutuskan hasil akhirnya apakah diperlukan amandemen atau tidak, tentu membutuhkan waktu dan pembahasan yang sangat detil dan serius. Dan MPR tidak ingin melakukan sendiri. MPR butuh masukan dari berbagai elemen masyarakat Indonesia agar keputusan nanti berdampak baik buat seluruh rakyat Indonesia,” kata Syarief Hasan dalam Diskusi Empat Pilar MPR kerjasama Biro Humas MPR dengan Koordinatoriat Wartawan Parlemen bertema ‘Fokus MPR Lima Tahun Kedepan’, di Media Center, Gedung Nusantara III Kompleks MPR, Senayan Jakarta, Senin (2/3). Turut hadir dan menjadi narasumber Ketua Fraksi Partai Gerindra MPR Ahmad Riza Patria dan Pengamat Politik Voxvol Center Pangi Syarwi Chaniago.
Hal itulah, lanjut Syarief Hasan, yang melandasi gencarnya Pimpinan MPR melakukan serap asprasi keberbagai elemen masyarakat seperti tokoh-tokoh bangsa, pimpinan partai politik, pimpinan ormas dan ormas keagamaan, pimpinan media massa nasional, untuk bermusyawarah, berdiskusi dan meminta masukan terkait wacana amandemen tersebut.
“Kegiatan penyerapan aspirasi masyarakat tersebut juga masih akan digencarkan lagi oleh Pimpinan MPR kedepannya, agar bahan kajian tentang amandemen lengkap sehingga keputusan yang diambil akan tepat nanti. Saya sendiri aktif bersama pimpinan MPR lainnya menyambangi masyarakat di daerah-daerah baik provinsi, kabupaten dan kota, berdialog dengan rakyat dan kepala-kepala daerah serta para akademisi diberbagai perguruan tinggi. Saya melihat masyarakat sangat antusias,” tambahnya.
Banyak pendapat, gagasan, masukan, lanjut Syarief, yang berkembang selama melakukan serap aspirasi. Antara lain, Pertama, ada yang menginginkan untuk dilakukan perubahan terbatas UUD hanya kepada GBHN.
Kedua, ada yang menginginkan agar amandemen dilakukan sekaligus melakukan perubahan ke hal-hal lainnya, seperti melakukan perubahan masa jabatan Presiden. Sedangkan yang ketiga, menginginkan UUD dikembalikan seperti dulu, dimana MPR sebagai lembaga tertinggi negara dan Presiden mandataris MPR. Pandangan lainnya menyatakan bahwa UUD yang sekarang ada sudah baik.
“Sangat beragam aspirasinya, tapi itulah demokrasi. Itulah pendapat rakyat, harus dihargai semua sebab rakyat adalah pemegang kedaulatan tertinggi,” ucapnya.
Bagi Syarief Hasan, wacana untuk merubah konstitusi, memang secara eksplisit ada di dalam UUD yang menyatakan bahwa MPR itu dapat melakukan perubahan dan menetapkan UUD. Mekanismenya adalah, cukup sepertiga anggota MPR mengajukan usulan perubahan plus menyebutkan poin-poin mana saja yang perlu dirubah dengan memberikan juga alasan-alasan yang substansi sehingga perlu dilakukan perubahan.
“Bagi MPR yang memiliki kewenangan merubah dan menetapkan UUD, merubah UUD tentu saja memiliki implikasi yang sangat luas. Inilah poin utama tugas MPR untuk menjaga sistem ketatanegaraan kita tetap baik. Dalam arti, apapun keputusannya nanti apakah dilakukan amandemen atau tidak, semua harus pada ujungnya demi kebaikan bangsa, nagara dan seluruh rakyat Indonesia,” ujarnya.
Sependapat dengan Syarief Hasan, Ahmad Riza Patria juga menyebutkan bahwa isu atau wacana amandemen terbatas UUD 1945 dan penghidupan kembali GBHN adalah hal yang masih menarik untuk difokuskan MPR lima tahun kedepan. “Kami sendiri, waktu itu berpendapat bahwa GBHN itu perlu, agar jangan sampai arah pembangunan bangsa ini hanya bergantung kepada pemerintah atau Presidennya. GBHN diperlukan agar arah pembangunan menjadi jelas,” katanya.
Sebab, lanjut Riza, arah pembangunan itulah yang membangun bangsa. Dan di dalam bangsa Indonesia sendiri ada banyak sekali komponen yang beragam dan seluruh rakyat yang berdaulat. Wujud dari seluruh rakyat yang berdaulat adalah MPR. Jadi segala ide, program gagasan termasuk arah pembangunan bangsa itu melalui MPR sebagai wujud kedaulatan rakyat. Pemerintah adalah pelaksana tugas-tugas MPR yang dituangkan dalam GBHN hasil amandemen terbatas terkait pembangunan bangsa.
“Yang perlu dipahami, tentu saja GBHN tidak mengatur program-program yang dilakukan pemerintah secara teknis. Yang digarisbawahi GBHN adalah hal-hal yang paling mendasar terkait ideologi, arah pembangunan bangsa, menekankan pentingnya karakter dan akhlak yang mulia. Nah pemerintah tinggal mengimplementasikannya dalam bentuk program-program. Jadi, GBHN itu kompleks, komprehensif, holistik, menyeluruh tapi substansi. Tidak manyangkut hal-hal yang teknis,” ujarnya.