HNW: Wajarnya MK Kabulkan Judicial Review Perppu Covid-19

HNW mengapresiasi langkah sejumlah pihak mempersoalkan sejumlah ketentuan di Perppu

MPR RI
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Hidayat Nur Wahid (HNW) menilai wajar bila Mahkamah Konstitusi (MK) menerima Judicial Reciew yg diajukan banyak pihak atas Peraturan Perundang-undangan Pengganti Pemerintah (Perppu) No. 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan untuk penanganan pandemi Covid-19.
Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Hidayat Nur Wahid, menilai wajar bila Mahkamah Konstitusi (MK) menerima Judicial Reciew yg diajukan banyak pihak atas Peraturan Perundang-undangan Pengganti Pemerintah (Perppu) No. 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan untuk penanganan pandemi Covid-19, karena dinilai tak sesuai dg aturan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, hal yang dapat menimbulkan darurat konstitusi.

“Kalaupun Perppu Nomor 1 Tahun 2020 perlu diapresiasi, itu karena Pemerintah tidak menghadirkan Perppu untuk legalisasi Darurat Sipil, sebagaimana sempat diwacanakan dan menuai kritik dari banyak pihak. Dan Perppu itu kalaupun didukung adalah untuk segera hadirkan payung hukum yang legal konstitusional, untuk atasi pandemi Covid-19. Tetapi sayangnya, Perppu yang semula untuk mengatasi darurat nasional Covid-19 itu, ternyata malah berisikan ketentuan-ketentuan yang justru dinilai menunggangi kondisi dan atau dengan dalih 'kegentingan yang memaksa' untuk melegalisasikan berbagai ketentuan dan tindakan yg tidak sesuai dengan prinsip-prinsi yang ditegaskan dalam UUD/konstitusi,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Selasa (21/4).

HNW sapaan akrabnya menegaskan bahwa Perppu yang merupakan produk dari UUD NRI 1945, sebagaimana diatur Pasal 22 ayat (1), tentunya tidak dihadirkan untuk melegalkan pelanggaran terhadap UUD, apalagi melanggar prinsip-prinsip utama konstitusi Indonesia, seperti prinsip Negara Hukum (Pasal 1 ayat (3) dan hak budget ada di DPR (Pasal 23 ayat (1), (2) dan (3)).

Lebih lanjut, HNW menilai Pasal 27 ayat (1) , (2) & (3) Perppu 1/2020 nampak jelas melanggar prinsip negara hukum dan asas persamaan di hadapan hukum yang dijamin oleh UUD 1945. Pasal 27 ayat (1), (2) dan (3) seperti memberikan keistimewaan pejabat tertentu untuk punya kekebalan hukum dan tak bisa dikenakan pasal tindak pidana korupsi, maupun untuk diadukan ke PTUN, dan bahwa apapun yang mereka putuskan/lakukan itu tidak merupakan kerugian negara.

"Padahal, itu ranahnya penegak hukum. Dan bahwa dengan diberlakukan kewenangan penetapan dan atau perubahan Anggaran Belanja Negara melalui ketentuan Perppu, dengan tanpa batas itu, jelas tak sesuai dg UUD, dan malah mengambil alih hak konstitusional DPR terkait hak budget,” tambahnya lagi.

HNW mengapresiasi langkah sejumlah pihak yang mempersoalkan ketentuan-ketentuan dalam Perppu Covid-19 yang melanggar konstitusi. Ia berharap MK dapat segera memulai persidangan dan memutus perkara itu,  dan mengabulkan permohonan pemohon terhadap sejumlah ketentuan yang bermasalah itu. 

“Sangat wajar bila MK  segera menyidangkan perkara ini, dan segera meminta keterangan pihak-pihak yang terkait. Dan krn ini terkait masalah kebijakan keuangan negara, MK selain mengundang DPR dan Pemerintah, agar MK juga mengundang BPK. Selain itu, karena ini terkait dengan konstitusi dan kasus yang sangat urgent, MK juga perlu mendengarkan keterangan resmi MPR,” ujarnya.

HNW berharap persoalan ini bisa segera selesai di MK, dengan dikabulkannya judicial review dari banyak tokoh dan banyak organisasi itu, agar payung hukum yang konstitusional untuk atasi kegentingan memaksa karena adanya bencana nasional Covid-19 itu, segera dapat diundangkan. “Agar jangan sampai karena Perppu 1/2020 yang bermasalah tapi dibiarkan dan tidak dikoreksi, atau malah dilegalkan, justru akan hadirkan darurat lain yang lebih serius, yaitu darurat konstitusi,” pungkasnya.

Baca Juga


Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler