Wakil Ketua MPR Pertanyakan Pasukan Khusus BIN

BIN baru memamerkan pasukan khusus Rajawali yang dilengkapi senjata laras panjang

Republika/Nawir Arsyad Akbar
Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Syarief Hasan, menyampaikan ketidaksetujuan dengan adanya pasukan khusus Rajawali milik BIN.
Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Syarief Hasan, menyampaikan ketidaksetujuan dengan adanya pasukan khusus Rajawali milik BIN. Sebab, pasukan khusus Rajawali ini tidak memiliki payung hukum yang jelas dan bepotensi menimbulkan polemik dalam kekuatan bersenjata di Indonesia.

Memang, Badan Intelijen Negara (BIN) baru saja memamerkan pasukan khusus Rajawali yang dilengkapi senjata laras panjang di hadapan sejumlah pejabat tinggi negara. Pamer pasukan khusus ini muncul dalam kegiatan Peningkatan Statuta Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN) pada Rabu (9/9) lalu.

Menurut Syarief, secara konstitusional, Indonesia hanya mengenal dua bentuk kekuatan bersenjata yakni TNI dan POLRI. “TNI adalah komponen utama pertahanan negara untuk menegakkan kedaulatan bangsa yang terdiri atas tiga matra yakni AD, AL, dan AU. Sementara POLRI adalah lembaga penegak keamanan dan ketertiban negara. Hanya dua lembaga itu yang memiliki mandat konstitusional untuk mengadakan pasukan bersenjata," ungkap Syarief dalam siaran persnya, Senin (14/9).

Anggota Komisi I yang juga membidangi Pertahanan dan Intelijen ini mengungkapkan bahwa tidak ada dalam peraturan perundang-undangan yang menyatakan bahwa BIN boleh memiliki pasukan bersenjata. Karena itu, pengamanan yang dilakukan BIN hanya berada dalam ruang lingkup fungsi intelijen sehingga tidak membutuhkan pasukan khusus bersenjata laras panjang.

Ia juga mempertanyakan tujuan pembentukan pasukan khusus di bawah BIN ini. “BIN ini merupakan badan intelijen, bukan pasukan bersenjata. Anggota BIN pun tidak hanya berasal dari kalangan militer, tetapi juga berasal dari kalangan sipil. Membuat pasukan bersenjata dalam lembaga yang juga dihuni oleh kalangan sipil adalah sesuatu yang bermasalah,” ungkap Syarief.

Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat ini pun mengkritik BIN yang alih-alih membangun organisasi intelijen kelas dunia namun malah bergerak ke arah yang sangat membingungkan. “Lembaga ini tidak jelas meniru TNI, POLRI, ataukah meniru badan intelijen di berbagai negara. Alih-alih meniru lembaga intelijen kelas dunia, BIN malah membuat dan mempertontonkan pasukan khusus bersenjata laras panjang. Ini jauh dari ruh intelijen yang harusnya bersifat rahasia,” cetus Syarief.

Ia pun berharap pasukan khusus ini tidak menjadi penanda akan munculnya angkatan bersenjata kelima. “BIN harus tetap menjadikan intelijen sebagai semangat dalam menjalankan tugas dan fungsinya, bukan membangun kekuatan bersenjata baru yang tidak berada dalam naungan TNI dan POLRI. Sebab, hanya TNI dan POLRI yang diatur secara jelas memiliki pasukan bersenjata khusus,” ungkap Syarief Hasan.

Ia juga mempertanyakan sikap Presiden Jokowi terkait munculnya polemik pasukan khusus milik BIN. Sebab, berdasarkan Perpres 73/2020, BIN berada langsung di bawah komando Presiden RI. "Presiden  harus menjelaskan maksud BIN melakukan demonstrasi bersenjata tersebut mendorong BIN melakukan reformasi internal, menghindari persepsi masyarakat  munculnya angkatan bersenjata kelima, dan menghindari kegiatan yang kontraproduktif dengan tugas keintelijenan," tutup Syarief Hasan.

Baca Juga


BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler