Enam Sengketa di Daerah dengan Calon Tunggal tak Diterima MK
Setidaknya ada tiga alasan MK tak dapat memeriksa perkara-perkara tersebut.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak enam permohonan perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (Pilkada) tahun 2020 dengan satu pasangan calon (paslon) atau calon tunggal tak dapat diterima Mahkamah Konstitusi (MK). Setidaknya ada tiga alasan MK tak dapat memeriksa perkara-perkara tersebut.
"Semua permohonan yang diajukan oleh pemantau pemilihan tidak lanjut," ujar Peneliti Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif Muhammad Ihsan Maulana dalam keterangan tertulis kepada Republika, Jumat (19/2).
Ihsan memerinci, ada empat permohonan yang diajukan pemantau pemilu terakreditasi Komisi Pemilihan Umum (KPU), tetapi selisih perolehan suara antara kotak kosong dan calon tunggal melebihi ketentuan ambang batas. MK mengonversi suara kolom kosong menjadi suara pemantau pemilihan terakreditasi untuk kemudian dihitung apakah suaranya memasuki ambang batas atau tidak.
Hal itu terjadi dalam perkara sengketa hasil pemilihan bupati (pilbup) Ogan Komering Ulu Selatan, Ogan Komering Ulu, Kutai Kartanegara, dan pemilihan wali kota (pilwalkot) Balikpapan. Sementara, satu perkara pilbup Raja Ampat tak diterima karena pemantau pemilu yang mengajukan permohonan tidak terakreditasi KPU setempat.
Sedangkan, perkara sengketa pilbup Manokwari Selatan tak dapat diterima karena pemohon merupakan bakal pasangan calon yang tak lolos menjadi peserta pilkada, bukan pemantau pemilu sehingga pemohon tidak memiliki kedudukan hukum.
"Sama seperti halnya pemantau tidak terakreditasi, MK juga sudah pasti tidak akan menerima kedudukan hukum bakal pasangan calon khususnya di daerah dengan calon tunggal," kata Ihsan.
Sebanyak 32 perkara perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (pilkada) akan melalui sidang pemeriksaan lanjutan di MK. Sedangkan 100 perkara dari 132 permohonan yang diregister MK, tidak lanjut ke sidang berikutnya, dan sudah diumumkan dalam sidang pembacaan putusan sela pada pekan kemarin.
"Perkara yang lanjut dalam pemeriksaan persidangan lanjutan 22 Februari-4 Maret 2021 adalah 32 perkara," ujar Anggota KPU RI Evi Novida Ginting Manik dalam keterangannya, Kamis (18/2).
Dia memerinci, dalam sidang pembacaan ketetapan atau putusan sela pada 15-17 Februari 2021, sebanyak dua permohonan gugur karena pemohon mencabut permohonannya tanpa konfirmasi. MK juga mengabulkan penarikan kembali enam permohonan oleh pemohon.
Sementara, MK tidak berwenang mengadili dua permohonan lainnya. Sedangkan, 90 permohonan tidak dapat diterima karena berbagai pertimbangan, seperti pengajuan permohonan melewati tenggat waktu, selisih perolehan suara melewati ambang batas, dan pemohon tidak memiliki kedudukan hukum.