Senin 30 Jun 2008 23:04 WIB

Bila Telkomsel Masuk Desa Terpencil

Red:

Sudah dua minggu, Muhamad Albar memiliki pekerjaan baru, sebagai operator  warung seluler. Ia harus melayani puluhan warga yang akan menelepon kolega, mitra bisnis atau keluarganya. ‘’Dalam sehari, pulsa Rp 150 ribu habis, ‘’ cerita Albar yang jabatan resminya adalah Kepala Desa Balabalakan, Kecamatan Simboro Kepulauan, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat. Sekali menelepon, warga ‘mengganti’ pulsa Rp 1000 hingga Rp 1500.

Lebih dari sekadar operator telepon, Albar juga bertanggungjawab terhadap infrastruktur telekomunikasi yang ada di rumahnya. Di samping kanan rumahnya satu antebe parabola, pico BTS  serta panel tenaga surya sebagai catudaya pico BTS dan Visat IP , karena di pulau ini tak ada listrik.. Perangkat lain ada didalam rumahnya, seperti repetear (TRX) dan dua unit telepon untuk warsel.

Pertanggungjawaban Albar terbatas pada bagaimana menjaga perangkat tadi agar tidak disalahgunakan, serta melaporkan apabila ada gangguan pada perangkat tersebut. Perangkat yang ada di rumah Albar adalah perangkat standar untuk layanan seluler di desa terpencil yang dikembangkan Telkomsel melalui program Merah Putih.

Perangkat ini dikembangkan oleh Telkomsel, dan baru pertama kali dioperasikan di dunia. Ia mensolusi kebutuhan komunikasi di daerah terpencil atau terisoliasi, sesuai dengan karakter Indonesia sebagai negara kepulauan. Teknologi yang sama juga dikembangkan untuk memberikan layanan bergerak di kapal Pelni.

Pada layanan ini, Telkomsel menggabungkan teknologi GSM dan satelit. Ia dikenal dengan nama teknologi GSM berbasis VSAT Internet Protocol. Singkatnya untuk keperluan transmisi digunakan VSAT, sementara untuk coverage digunakan Pico BTS. Inovasi ini mampu menghadirkan layanan seluler di remote area (daerah terpencil) dengan kualitas yang sama dengan layanan seluler di perkotaan, namun dengan tarif yang sama dengan tarif murah seluler.

Coverage perangkat ini mencapai 200 meter dan bias ditingkatkan lagi sesuai kebutuhan. Kapasitas yang tersedia adalah 14 panggilan secara bersamaan dan bisa ditingkatkan lagi. Kapasitas yang ada dinilai memadai dengan memperhatikan luas wilayah dan jumlah penduduk. Di area coverage komunikasi bisa menggunakan ponsel, atau memanfaatkan  layanan warsel.

Lebih dari sekadar layanan suara, perangkat yang ada juga bias dikembangkan untuk kebutuhan lain, misalnya layanan data. Saat diresmikan pengoperasiannya oleh Dirjen Postel Basuki Yusuf Iskandar, dengan perangkat yang sama  berlangsung  panggilan video antara Dirjen dan Direktur Utama Telkomsel, Kiskenda Suriahardja dengan Menkominfo M Nuh. Albar juga melakukan panggilan video dengan kepala desa Sentosa, Ny Budi. Desa Sentosa berlokasi di perbukitan Malabar, Jawa Barat.. Untuk layanan yang disediakan masih sebatas telepon dan SMS.

Ponsel memang bukan hal asing bagi warga Balabalakan yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan. Namun bisa menelepon di pulau ini, baru bisa dilakukan sejak program Merah Putih  hadir menyediakan akses seluler di pulau terpencil ini. ‘’Sudah lima puluh tahun kami menunggu telepon di desa kami,’’ kata Achmadi, seorang pemuka masyarakat setempat.

Melalui program Telkomsel Merah Putih, akses seluler hadir di pulau Sabakatang yang berlokasi di Selat Makassar. Pulau  Sabatakatang panjangnya sekitar 800 meter dan lebar 90 meter ini, dihuni sekitar 400 jiwa. Perlu waktu sekitar delapan hingga 10 jam untuk mencapai pulau ini dari Balikpapan dengan menggunakan kapal. Tak hanya pulau Sabakatang, bakal ada 10 ribu titik lain yang menikmati layanan serupa.

‘’Harapan kami, bisa menyediakan layanan di 10 ribu titik. Hingga akhir tahun 2008 diharapkan sudah aktif di 3 ribu titik,’’ kata Direktur Utama Telkomsel, Kiskenda Suriahardja. Kawasan perdesaan terpencil dan terisolir, industri terisolir dan bahari, menjadi sasaran utama program Telkomsel Merah Putih.

Kiskenda enggan menyebutkan berapa investasi yang dibenamkan untuk program ini. ‘’Menjadi komitmen kami memberikan layanan seluler untuk semua populasi,’’ katanya. Ia menambahkan bahwa telekomunikasi merubahan kebutuhan masyarakat. Telekomunikasi merupakan prime over bagi pembangunan dan pengembangan daerah, termasuk kawasan perdesaan.  Telekomunikasi disebut Kiskenda akan menimbulkan multiplier effect bagi daerah bersangkutan. Karena itulah, tersedianya layanan seluler akan mempercepat perkembangan dan pertumbuhan daerah setempat.

Telekomunikasi pedesaan menjadi salah satu program pemerintah. Melalui mekanisme Universal Service Obligation, pemerintah berencana menyediakan akses telekomunikasi di 38.500 desa tertinggal, terpencil atau terisolir. Kiskenda mengingatkan bahwa kehadiran Telkomsel Merah Putih  bukan untuk menyaingi program USO. ‘’Telkomsel Merah Putih merupakan compliment bagi program USO,’’ katanya.

Angka 3000, dalam batas-batas tertentu bukanlah angka yang mudah dicapai. Persoalannya, bukan pada ada atau tidaknya investasi untuk pengembangan layanan ini. Melainkan menentukan lokasi mana saja yang perlu mendapatkan layanan seperti di Sabakatang atau Sentosa. Dalam batas-batas tertentu, hamper 65 persen desa yang masuk kategori USO, sebenarnya telah masuk dalam coverage Telkomsel.  Menentukan lokasi mana saja yang perlu menikmati layanan seluler, menjadi pekerjaan rumah.

VP Area Pamasuka, Gideon Edi Purnomo membenarkan sulitnya menentukan lokasi. ‘’Kami berterima kasih sekali apabila ada masukan atau usulan lokasi,’’ kata Gideon. Di wilayahnya,  kata Gideon, sudah  ada 40 titik yang akan menikmati layanan ini. Survai terus dilakukan untuk menemukan titik mana yang akan dikembangkan untuk program ini.

Satu usulan datang dari Albar. ’’Sebaiknya nggak hanya di Sabakatang saja terdapat sinyal Telkomsel,’’ kata Albar saat melakukan panggilan dengan Menkominfo. Albar berharap pulau lain di kepulauan Balabalakan menikmati layanan yang sama. ’’Ada 14 pulau di wilayah kami,. Yang tidak berpenghuni hanya dua saja,’’ kata Albar.

Albar menyadari betul manfaat komunikasi. Di desanya ada dua sekolah yang hanya memiliki satu guru. Resminya, ada empat guru SD dan sejumlah guru SMP. Para guru rupanya tak betah tinggal di pulau. ’’Hanya satu guru bergiliran mengajar di desa kami,’’ kata Albar. Komunikasi diharapkan membuat para guru betah tinggal di pulau.

Bagi masyarakat, banyak manfaat yang bisa dinikmati. ’’Kami daerah terpencil, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari harus menunggu barang dari Balikpapan,’’ kata Albar. Dengan adanya telepon, kebutuhan bisa dikirim dengan cepat. ’’Sekarang telepon, besok sudah dikirim,’’ kata Albar.

Kemudahan juga dinikmati Rizki, nelayan setempat. ’’Kalau kapal rusak, cukup telepon,’’ katanya. Sebelumnya ia harus ke Balikpapan dulu, mencari komponen yang dibutuhkan. Kalau tidak ada, harus menunggu seminggu bahkan dua minggu. Untuk ke Balikpapan butuh biaya ratusan ribu untuk membeli solar.

Telepon, akan memberi kemudahan warga. Untuk menjual ikan kualitas ekspor, bisa saja mereka kelak menggunakan layanan video call. Proses bisnis menjadi lebih cepat dan saling menguntungkan. Butuh waktu 50 tahun, rupanya, untuk bisa menelepon dari rumah. tar

Advertisement