REPUBLIKA.CO.ID, “Miapa? Ciyus?” pasti kata kata tersebut sudah tidak asing di telinga kita,karena hampir semua orang di Indonesia pernah bertutur seperti itu.
Entah dari mana asal mulanya, kata-kata “alay” itu sangat cepat beredar di masyarakat. Kemajuan sosial media lah yang memegang peran penting dalam penyebaran virus alay.
Menurut situs wikipedia, Alay merupakan singkatan dari "anak layangan"atau "anak lebay". Istilah ini merupakan stereotipe yang menggambarkan gaya hidup norak atau kampungan. Seseorang yang dikategorikan alay umumnya memiliki perilaku unik dalam hal bahasa dan gaya hidup.
Bila melihat dari pengertian tersebut, virus alay sudah terjadi sejak tahun 80an. Ketika itu kata-kata yang beredar seperti akika (aku), panasonik (panas), makarena (makan) sangat ngetren di kalangan anak muda.
Namun pada saat itu teknologi sosial media belum semaju sekarang. Jadi belum terlalu membooming di seluruh Indonesia. Kala itu, kata-kata alay di populerkan oleh publik figur. Artis-artis muda mempraktekan bahasa tersebut dan tidak sedikit yang mengikutinya.
Dari sejarah bahasa alay di atas,ternyata tidak sepenuhnya berdampak negatif. Dengan bahasa alay, anak muda bisa lebih mengakrabkan diri dengan teman-teman sekitarnya. Bahasa alay juga bisa menjadi identifikasi kelompok atau bahasa sandi suatu kelompok. Dengan demikian silaturahmi dapat terus terjaga antarteman kelompok.
Namun dengan majunya teknologi yang sangat canggih, penggunaan bahasa alay tentunya sangat merugikan tatanan bahasa Indonesia.
Ejaan Yang Disempurnakan seperti terpinggirkan. Anak-anak muda lebih memilih bahasa alay yang lebih singkat dan mudah. Tentu Hal ini tidak baik untuk budaya berbahasa di Indonesia. Namun, virus alay merupakan fenomena yang pasti ada dan akan hilang seiring berjalannya waktu. Seperti yang terjadi di periode 80an.
Tulisan M Arif Muttaqin Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta