REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Endro Yuwanto *)
Bagi saya sepak bola seperti cerminan hidup manusia, penuh ketidakpastian. Dalam sepak bola begitu sering kita temui ketidakpastian tersebut.
Namun, justru ketidakpastian membuat sepak bola menjadi olahraga yang lebih menarik dibandingkan yang lainnya. Setidaknya menurut pendapat saya dan mungkin sebagian dari Anda yang menggemari sepak bola sedari kecil.
Olahraga tim lainnya, seperti bola basket, bola voli, dan rugby, sudah hampir pasti dimenangkan oleh kubu kaya dan memiliki banyak pemain lebih hebat. Sulit membayangkan satu tim kecil mengalahkan sebuah tim top.
Hanya sepak bola yang bisa menciptakan adanya ketertarikan dan semangat tersendiri karena semuanya masih diselimuti ketidakpastian. Sepak bola tidak melulu tentang permainan 2x45 menit di bidang persegi dengan luas sekitar 100×75 meter. Terkadang, sepak bola memiliki kisah ketidakpastian yang menarik dan inspiratif untuk diperbincangkan dan diceritakan ketimbang pertandingan sepak bola itu sendiri.
Tak ada jaminan klub kaya dengan sejumlah pemain top akan beruntun meraih segudang prestasi. Di sinilah salah satu keindahan sepak bola. Seperti peristiwa di babak 16 besar Liga Champions 2018/2019 musim ini. Kejutan dihadirkan dan membuat saya kembali tertawa menyaksikan sepak bola.
Memang sejak dulu saya tak punya klub idola. Dan justru tak terlalu senang jika ada klub yang terlalu dominan. Jadi saya selalu menjagokan sebuah tim yang melawan skuat yang terlalu dominan, misalnya Manchester United (MU) di era Sir Alex Feguson.
Ketika MU yang tak lagi dominan menghadapi Paris Saint-Germain (PSG), klub kaya dengan segudang bintang, di babak 16 besar Liga Champions kemarin, jelas dukungan saya beralih ke MU.
Sempat kalah 0-2 di leg pertama, MU membuat kejutan dengan membungkam Les Perisiens, 3-1. Agregat akhir menjadi imbang, 3-3, tapi anak asuh Ole Gunnar Solskjaer berhak melaju karena unggul produktivitas gol tandang.
Saya pun sebelumnya bersorak kala Ajax Amsterdam berhasil menjungkalkan juara bertahan Real Madrid dengan skenario serupa. Dalam situasi tertinggal 1-2, Ajax yang diarsiteki Erik ten Hag mempermalukan Madrid 4-1 di Santiago Bernabeu untuk lolos dengan agregat 5-3.
Padahal beberapa musim lalu saya sempat menjagokan Madrid di tengah hegemoni tiki-taka Barcelona. Tapi bagi saya sudah saatnya Madrid yang menjuarai Liga Champions tiga musim terakhir untuk menepi. Apalagi jika melihat betapa pongahnya kapten Madrid Sergio Ramos yang begitu meremehkan Ajax. Saya senang ketidakpastian dalam sepak bola terus terjadi dan berulang. Hidup pun terasa dinamis, tidak statis.
Seperti saat MU unggul 2-1 atas Bayern Muenchen di final Liga Champions 1999 di Camp Nou. MU tertinggal 0-1 akibat gol Mario Basler (6'). Namun, dalam waktu tiga menit pada injury time, MU membalikkan keadaan melalui Teddy Sheringham dan Solskjaer. Pertandingan ini adalah salah satu laga yang membuat MU semakin digemari.
Atau saat Liverpool menahan AC Milan 3-3 di final Liga Champions 2005. Liverpool padahal sempat tertinggal 0-3 akibat gol Paolo Maldini (1') dan Hernan Crespo (39', 44'). Namun, Liverpool akhirnya memaksa AC Milan memainkan babak adu penalti berkat gol Steven Gerrard (54'), Vladimir Smicer (56'), dan Xabi Alonso (59'). Liverpool memenangi adu penalti dengan skor 3-2.
Atau saat Leicester City juara Liga Primer Inggris 2015/2016. Atau saat Yunani, tim yang sejak awal tak diunggulkan, berhasil tampil sebagai juara turnamen paling bergengsi antarnegara Eropa, di Piala Eropa 2004.
Atau saat Denmark membuat kejutan dengan menjuarai Piala Eropa 1992. Padahal, awalnya Denmark tidak lolos babak kualifikasi namun mendapat durian runtuh dari Federasi Sepak Bola Eropa (UEFA) yang tidak memperbolehkan Yugoslavia tampil akibat terlibat perang. Posisi Yugoslavia digantikan Denmark yang kemudian secara mengejutkan jadi juara.
Momen-momen itu hanya sedikit bukti bahwa sepak bola kerap menghadirkan ketidakpastian dan kejutan. Masih banyak momen-momen ketidakpastian lain yang tak bisa saya sebutkan satu per satu di sini.
Lantaran ketidakpastian itu, saya kira sepak bola selalu memberi ruang bagi siapa pun untuk berharap. Seperti manusia yang selalu berharap tentang hidup, meskipun penuh ketidakpastian, kecuali kematian.
Lantaran ketidakpastian, sepak bola pun memberi jaminan bahwa dalam setiap pertandingan selalu ada kemungkinan. Kemungkinan itulah yang disebut harapan. Tak ada yang tak mungkin di dunia ini meskipun itu berupa ketidakpastian. Mari menikmati sepak bola dan mari menikmati ketidakpastian.
*) Jurnalis Republika.co.id
Blog penulis: www.menulisindonesia.id