REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melakukan dua jenis pengawasan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). "Melalui online BOS salur dan juga offline dengan pengawasan masyarakat," kata Plt. Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, Harris Iskandar, Kamis (5/3).
Harris menjelaskan, sistem online pelaporan dana BOS yang dibuat oleh Kemendikbud tersebut sudah bisa digunakan. Sekolah bisa melaporkan penggunaan dana BOS melalui sistem tersebut.
Ia menambahkan penggunaan dana BOS juga harus diperlihatkan langsung kepada masyarakat. Catatan penggunaan dana BOS, misalnya, bisa dipasang di papan sekolah sehingga orang tua siswa bisa ikut melakukan pengawasan. Selain itu, ia mengatakan, pemerintah pusat dan pemerintah daerah juga melakukan koordinasi serta monitoring dan evaluasi.
Harris juga mengatakan, petunjuk teknis (juknis) dana BOS sudah tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 8 Tahun 2020. Di dalam petunjuk teknis tersebut, tercantum beberapa persyaratan sekolah penerima dana BOS seperti harus tercatat di data pokok pendidikan (dapodik) dengan catatan terbaru yang sudah ditetapkan.
Pemerintah sebelumnya mengubah mekanisme penyaluran dana BOS. Setelah sebelumnya dana BOS harus melewati pemerintah daerah, sekarang bisa langsung disalurkan kepada sekolah dari pemerintah pusat.
Sementara itu, guru dari SMAN 1 Kuta Selatan, Bali, Luh Made Sri Yuiniati mengatakan, pelaksanaan dana BOS sekolah bisa mengacu pada juknis dari pusat. Hal ini, menurutnya, menjadikan peraturan dana BOS tidak rancu dengan juknis penyelenggaraan anggaran BOS APBD.
Ia juga menilai pencairan dana BOS yang langsung ke sekolah adalah hal yang baik. "Dari segi pencairan dana BOS, saya kria bisa mempercepat sampai di sekolah dan tidak serumit sebelumnya," kata Luh Made.
Hanya, lanjut dia, hal ini menyebabkan dinas pendidikan di daerah tidak dapat melakukan kontrol langsung. Dinas menjadi tidak bisa mengontrol apakah dana sudah dicairkan tepat waktu dari pusat ke sekolah dan mengawasi apakah sekolah secara berkelanjutan memperbarui datanya di dapodik.
"Pemda mungkin juga tidak dapat memasukkan dana BOS reguler dalam pendapatan daerah yang mewajibkan dalam 20 persen untuk anggaran pendidikan," kata dia lagi.
Sebelum kebijakan ini diterapkan, Luh Made mengatakan pemanfaatan dana BOS memiliki beberapa kelemahan. Khususnya dari segi pemanfaatan anggaran, menurutnya sangat dibatasi setiap hal pemanfaatannya seperti untuk pembayaran honor guru, pengadaan buku, dan hal lain yang memiliki aturan maksimal.
"Kebutuhan sekolah berbeda-beda. Tentu ini juga memicu daya serap anggaran tak maksimal. Syukurnya, dana BOS sisa masih tersimpan di rekening sekolah dan dapat digunakan untuk tahun berikutnya," kata dia.
Guru SMA Negeri 29 Jakarta Aji Tri Wikongko mengatakan hal serupa. Menurutnya, keputusan menyalurkan langsung dana BOS ke sekolah merupakan salah satu bentuk debirokratisasi dalam lingkup pendidikan nasional.
Sekolah, menurut dia, bisa memanfaatkan dana BOS tanpa perlu bergantung pada pemerintah daerah. Sebab, biasanya pemerintah daerah yang bertugas untuk melakukan transfer dana dari pusat ke sekolah-sekolah.
Namun, menurut dia, pengawasan harus ditingkatkan. "Karena jumlah sekolah penerima dana BOS se-Indonesia kan banyak sekali. Apakah bentuk pengawasannya bisa juga bersama dengan pemerintah daerah? Bisa juga, sebagai bentuk whole of government," kata Aji.