REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid mengungkapkan bahwa nilai-nilai luhur bangsa yang terdapat pada Empat Pilar MPR yakni Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika bisa berfungsi sebagai pengikat bangsa Indonesia saat menghadapi krisis, termasuk fenomena merebaknya wabah virus Corona atau COVID-19 yang sudah masuk ke wilayah Indonesia.
Ketika krisis merebaknya wabah corona mulai terjadi dan menimbulkan keresahan di seluruh dunia dan kemudian menyentuh wilayah Indonesia, dengan terjangkitnya 2 WNI di Depok, Jawa Barat, sebenarnya dengan karakter rakyat Indonesia yang terbiasa saling menolong, membantu, bergotong royong dalam menghadapi masalah yang merupakan perwujudan nilai Empat Pilar, rakyat Indonesia menghadapinya dengan biasa saja namun tetap waspada.
“Nilai-nilai Empat Pilar tersebut ternyata mampu mengikat seluruh kekuatan-kekuatan yang ada dari berbagai elemen bangsa Indonesia, menjadi satu kekuatan utuh tak tergoyahkan dan bersiap menghadapi krisis serta mencari solusinya,” katanya saat menjadi narasumber Diskusi Empat Pilar MPR bertema ‘Penerapan Empat Pilar Kebangsaan Dalam Situasi Krisis’ kerjasama Biro Humas Setjen MPR RI dengan Koordinatoriat Wartawan Parlemen, di Media Center MPR/DPR RI, Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (6/3).Turut hadir dan menjadi narasumber Wakil Ketua Badan Sosialisasi MPR Syaifullah Tamliha dan Pengamat Komunikasi Politik UGM Nyarwi Ahmad.
Memang dalam krisis tersebut, sempat terjadi situasi dan aksi kepanikan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat. Namun, hal itu dikarenakan penanganan yang sebagiannya terkesan berlebihan serta pernyataan-pernyataan beberapa pihak yang juga terkesan berlebihan. “Namun, alhamdulillah sekarang mulai mereda dengan semakin membaiknya informasi kepada masyarakat,” tambahnya.
Para pemangku kepentingan, lanjut Jazilul, harus memberikan pernyataan-pernyataan dan himbauan-himbauan yang bijak dan menenangkan masyarakat, sehingga akan muncul kepercayaan kepada pemerintah dalam menyelesaikan krisis. Tapi, jika tidak maka muncul ketidak percayaan kepada pemerintah sehingga penyelesaian krisis menjadi lebih sulit.
Satu hal yang menjadi kekhawatiran Jazilul terkait krisis penyebaran virus corona ini dan mesti menjadi perhatian negara adalah akan mengarah juga kepada krisis ekonomi. Sebab, selain perang dagang, serangan virus juga mengakibatkan tekanan hebat bagi perekonomian dunia saat ini akibat sentimen pasar. Pasar saham dan pasar keuangan global tengah limbung terhantam sentimen tersebut.
“Indonesia tentu ikut kena imbasnya. Jika melihat pergerakan IHSG dan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS (USD) dalam beberapa pekan terakhir sangat membuat khawatir. Pemerintah siap atau tidak menghadapi perlambatan ekonomi, penurunan ekonomi akibat dampak krisis virus tersebut,” ungkapnya.
Pada intinya, tambah Jazilul, dalam menghadapi krisis tersebut memang sangat diperlukan kesatuan dan persatuan seluruh elemen bangsa dengan mengedepankan karakter bangsa Indonesia yang luhur. “Sekali lagi, persatuan, gotong royong, saling menguatkan itu kuncinya,” ujarnya.
Sependapat dengan Jazilul Fawaid, Syaifullah Tamliha juga menyebutkan bahwa nilai-nilai luhur Empat Pilar yang sudah menjadi karakter bangsa Indonesia memang menjadi pengikat bangsa ini dalam menghadapi krisis seperti wabah virus corona ini. “Titik tekannya disitu, menjaga kesatuan dan persatuan serta kebhinnekaan di segala situasi. Karena, semuanya itu sudah kita miliki sejak lama, jangan biarkan hancur karena krisis virus,” ujar dia menegaskan.
Hanya saja yang sangat perlu diwaspadai seluruh elemen bangsa Indonesia dari krisis corona adalah dampak ekonomi. Di Indonesia sejak krisis corona muncul sampai saat ini, yang paling kena dampak memang secara ekonomi.
Sebab, penurunan ekonomi negara China akibat dampak dari virus corona akan berimbas pula kepada laju pertumbuhan ekonomi Indonesia. “Agak banyak juga, karena jika pertumbuhan ekonomi China turun 1 persen saja maka berimbas pada penurunan laju ekonomi Indonesia sebesar 0,3 persen, ini yang harus diwaspadai, apalagi jika krisis corona ini masih panjang,” katanya.
Syaifullah setuju dengan Jazilul bahwa hal tersebut mesti diperhatikan dengan sungguh-sungguh agar dampak perekonomian akibat corona tidak menyusahkan rakyat Indonesia.
Sedangkan Nyarwi Ahmad menegaskan bahwa menghadapi krisis seperti virus corona, pemerintah mesti meningkatkan komunikasi publik denagan baik, lugas, jelas dan mencerahkan serta menentramkan rakyat Indonesia. Sebab, dibanyak negara yang menjadi mainstream dalam menghadapi permasalahan terkait masyarakat adalah komunikasi publik yang baik.
“Jangan sampai mencampurkannya dengan komunikasi politik, itu akan bias. Komunikasi publik yang baik sangat dibutuhkan. Sebab sebagai elit dalam sebuah bangsa punya tanggung jawab moral kepada rakyatnya dan kemampuan komunikasi menjadi penting disitu, bukan hanya secara personal tapi juga secara organisasi. Dalam kasus corona saya melihat kurang maksimal sehingga sempat terjadi kepanikan luarbiasa,” katanya.
Nyarwi setuju bahwa toleransi masyarakat Indonesia sangat tinggi sesuai dengan nilai-nilai dalam Empat Pilar dalam menghadapi kejadian virus ini. “Intinya, tinggal pemerintah yang harus mensinergikan itu dengan komunikasi publik yang bagus sehingga rakyat bertambah adem, dan tidak panik berlebihan serta bangsa ini terhindar dari dampak lainnya dari kriris corona ini yakni terhindar dari krisis ketidakpercayaan,” tandasnya.