REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo membentuk tim saat Rapat Terbatas (Ratas) di Istana negara untuk mempercepat penyelesaian permasalahan pertanahan secara komprehensif di Sumatra Utara. Hal tersebut merupakan komitmen bersama pemerintah termasuk Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) yang memiliki tugas dan fungsi pokok dalam penanganan masalah agraria.
Dalam Ratas yang dihadiri Kepala Negara dan jajarannya, Presiden menjelaskan bahwa masalah pertanahan terjadi tidak hanya di satu atau dua provinsi saja, melainkan hampir di seluruh Tanah Air. Dan ratas kali ini secara khusus, membahas percepatan penyelesaian permasalahan pertanahan di Sumatra Utara.
"Ratas tadi salah satunya membahas mengenai permasalahan pertanahan di Pangkalan Udara Soewondo, eks Bandara Polonia Medan, Kelurahan Sari Rejo di Medan. Presiden mengatakan akan menyelesaikan permasalahan ini secara komprehensif dan secepatnya. Maka akan dibentuk tim untuk membantu penyelesaian permasalahan tersebut," ujar Menteri ATR/Kepala BPN, Sofyan A. Djalil usai melakukan Rapat Terbatas yang membahas mengenai permasalahan pertanahan Sumatra Utara, di Istana Negara, Jakarta, Rabu (11/3).
Lebih lanjut, Sofyan A Djalil menjelaskan bahwa pembentukan tim ditunjuk langsung oleh Presiden agar diharapkan masalah akan menemukan titik terang. "Kementerian ATR/BPN tidak bisa berdiri sendiri dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Maka dibentuk tim yang diketuai oleh Menteri BUMN dan beberapa instansi seperti Kementerian Keuangan, Kementerian ATR/BPN, serta didukung oleh Panglima TNI, Kapolri dan Jaksa Agung," kata Menteri ATR/Kepala BPN.
Sofyan A. Djalil optimistis sengketa tanah di Kelurahan Sari Rejo, Kecamatan Medan Polonia, dengan luas tanah yang merupakan aset TNI AU tersebut seluas 260 hektare yang belum bersertifikat terdapat 5.036 kepala keluarga (KK) atau 27 ribu warga, termasuk keluarga atau ahli waris penggarap tanah seluas 5,6 hektare yang telah memiliki putusan hukum dari Mahkamah Agung akan segera terselesaikan dengan bantuan dari instansi pemerintah lainnya.
Di samping itu dalam ratas kali ini, dibahas pula eks HGU PTPN II, terdapat 5.873 hektare yang telah dikeluarkan dari HGU PTPN II dan statusnya dikuasai langsung oleh negara. Dari luas tersebut, 3.104 hektare belum memperoleh izin penghapusbukuan dari Kementerian BUMN dan telah ditetapkan daftar nominatif pihak yang berhak. Sedangkan sisanya telah memperoleh izin penghapusbukuan.
Untuk itu, Sofyan Djalil mengatakan bahwa tanah PTPN II tersebut akan diserahkan kepada yang berhak menerima. "Intinya Presiden tegas mengatakan tanah ini tidak akan lagi dikembalikan kepada PTPN II tetapi akan diredistribusi kepada yang berhak," ungkap Sofyan Djalil.