Sabtu 14 Mar 2020 10:46 WIB

Bagaimana Cerita NASA Mengatasi Wabah di Ruang Angkasa?

Virus seperti flu atau corona juga bisa lebih mudah ditularkan di ruang angkasa.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Red: Dwi Murdaningsih
Astronaut di ruang angkasa.
Foto: space
Astronaut di ruang angkasa.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON—Virus bisa menyebar ke seluruh dunia. Begitu pula di luar angkasa yang jauh dari Bumi.

Pada kesempatan langka sepanjang sejarah luar angkasa, saat melayang di Bumi, mantan kru ahli bedah untuk program NASA's Space Shuttle Program  Jonathan Clark mengatakan para astronaut pernah mengalami infeksi saluran pernapasan atas (URI) atau pilek, infeksi saluran kemih dan infeksi kulit.

Selama menjalankan misi Apollo 7 pada 1968, para kru mengalami pilek di ruang angkasa. Salah seorang anggota kru yakni Cmdr. Wally Schirra pernah mengalami flu ringan dan flu itu tersebar kepada anggota kru lainnya.

Menurut Clark, itu memiliki dampak yang signifikan. Para astronaut kehabisan obat-obatan dan tisu. Mereka menolak memakai helm mereka saat kembali memasuki atmosfer Bumi.

Kesulitan serupa menimpa astronot pada misi Apollo 8 dan Apollo 9, yang juga mengalami pilek. Dilansir dari Space, Jumat (13/3), cara infeksi menyebar dan bagaimana virus serta penyakit berperilaku dalam tubuh berubah ketika manusia berada di laur angkasa.

Dari tekanan fisik yang datang dari Bumi ke lingkungan terbatas tanpa gravitasi, bahkan penyakit umum seperti pilek dapat terlihat jauh berbeda bagi para astronot.

Yang paling jelas, tindakan fisik ekstrem di luar Bumi dalam roket dapat menyebabkan mabuk perjalanan dan dapat mempengaruhi orientasi, serta koordinasi spasial. Begitu berada di luar angkasa, perubahan kadar hormon stres dan dampak fisik luar angkasa lainnya menyebabkan sistem kekebalan tubuh astronot berubah.

Jika seorang astronaut memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik di Bumi, mereka mungkin lebih rentan terhadap penyakit saat berada di luar angkasa.

Clark menjelaskan virus seperti flu atau bahkan virus corona juga bisa lebih mudah ditularkan dalam lingkungan gaya berat mikro. Seperti pada Stasiun Luar Angkasa Internasional.

“Tidak adanya gravitasi menghalangi partikel-partikel mengendap, sehingga mereka tetap melayang di udara dan bisa lebih mudah ditransmisikan. Untuk mencegah kompartemen berventilasi dan filter udara HEPA akan menghilangkan partikel,” ujar Clark.

Selain itu, para ilmuwan telah menemukan virus aktif bereaksi terhadap tekanan penerbangan ke luar angkasa dan virus seperti herpes yang dikenal bisa aktif kembali selama berada di luar angkasa.

Penelitian yang sedang berlangsung telah menunjukkan bahwa ada kemungkinan peningkatan virulensi bakteri di luar angkasa dapat membuat perawatan antibiotik kurang efektif.

“Ada obat anti virus yang dapat digunakan untuk mencegah penyebaran virus, seperti yang telah dipertimbangkan untuk epidemi virus terestrial. Juga untuk misi planet, para kru akan diisolasi saat kembali ke Bumi. Sama seperti yang mereka lakukan pada misi awal kembali dari Bulan,” katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement