REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Hutan tropis adalah penyerap karbon yang sangat penting. Sekarang sebuah studi baru telah melihat seberapa banyak karbon yang diserap hutan.
Memperkirakan efisiensi penyerap karbon alami adalah salah satu dari banyak faktor yang perlu dikalibrasi dengan hati-hati, agar pemodelan perubahan iklim ilmiah menjadi berguna.
“Kami ingin mengetahui berapa banyak detail yang perlu kami ketahui untuk membuat asumsi yang valid dalam hal kekuatan penyerap karbon tropis,” kata ahli ekologi Florian Hofhansl dari Institut Internasional untuk Analisis Sistem Terapan (IIASA) di Austria, seperti yang dilansir dari Science Alert, Ahad (22/3).
Tim mempelajari berbagai spesies tanaman, termasuk pohon, palem dan liana (atau tanaman merambat). Mereka juga melihat jumlah karbon yang ditangkap masing-masing dan perbedaan keseimbangan ekologi yang berperan di balik penjebakan karbon tersebut.
Mereka menggunakan pengukuran sendiri dan data yang sebelumnya dicatat untuk wilayah Semenanjung Osa di Kosta Rika. Para peneliti menimbang faktor biotik (spesies tanaman) dan abiotik (lingkungan lokal), serta dampaknya terhadap penyerapan karbon.
Selain itu, mereka menemukan sebenarnya ada interaksi antara faktor biotik dan abiotik, termasuk sifat tanah, misalnya yang mempengaruhi penyimpanan karbon. Dalam kasus pohon palem, misalnya, jika tanah memiliki ketersediaan fosfor yang rendah, pohon-pohon tumbuh lebih berlimpah.
Ketersediaan sumber daya seperti air dan nutrisi juga memainkan peran penting. Tim menemukan tekstur tanah dan kimia memiliki efek nyata pada komposisi tanaman.
Situs-situs dengan sumber daya yang lebih sedikit mengandung komunitas tumbuhan yang kurang beragam dibandingkan dengan yang memiliki cukup air tanah dan pasokan nutrisi. Apa yang ditunjuk oleh upaya-upaya ini adalah bahwa tidak ada perhitungan sederhana untuk menghitung tingkat penyimpanan karbon untuk kawasan hutan tropis.
Tidak selalu semakin banyak variasi kehidupan tanaman menyebabkan semakin banyak karbon yang terperangkap. Studi ini menunjukkan model-model ini perlu lebih rinci.
Model-model itu akan sangat berharga ketika mencoba dan mengurangi dampak peningkatan kadar karbon dioksida di atmosfer, baik itu melalui cara alami atau buatan.
Pada akhirnya para peneliti mengatakan, perlu ada penggabungan data dari berbagai bidang termasuk botani, ekologi tanaman dan geologi. Tujuannya mendapatkan ide yang lebih akurat tentang bagaimana hutan tropis bertindak sebagai penyerap karbon, serta bagaimana hal itu mungkin memiliki efek langsung terhadap iklim.
“Kami hanya bisa sampai pada kesimpulan yang tepat dan memberikan proyeksi di masa depan tentang berapa banyak karbon yang dapat disimpan, jika kami memahami kompleksitas dalam sistem ekologi dan apa artinya ini untuk umpan balik atmosfer,” kata Hofhansl.