REPUBLIKA.CO.ID, HOUSTON — Sebuah studi baru mengurai peristiwa-peristiwa yang terjadi pada karang tropis Pasifik kuno selama milenium terakhir. Studi ini dipimpin oleh para peneliti Rice University dan Georgia Tech.
Catatan itu membantu para ilmuwan menyempurnakan model mereka tentang bagaimana kondisi yang berubah di Pasifik. Mereka meneliti bagaimana letusan gunung berapi memengaruhi terjadinya peristiwa El Nino yang merupakan pendorong utama iklim global. El Nino adalah fenomena memanasnya suhu muka laut di Samudra Pasifik.
Mereka menemukan rasio isotop oksigen yang diasingkan di karang, ukuran akurat suhu lautan bersejarah, ternyata tidak menunjukkan korelasi antara perkiraan partikel sulfat yang terlontar ke atmosfer oleh letusan gunung berapi tropis dan peristiwa El Nino. Mereka menyarankan penyemaian atmosfer dengan partikel yang menghalangi sinar matahari dapat membantu membalikkan pemanasan global.
Menurut ilmuwan iklim Rice dan penulis utama Sylvia Dee, studi model iklim sebelumnya sering mengikat letusan gunung berapi meningkatkan aerosol sulfat di atmosfer. Hal ini selanjutnya mampu meningkatkan peluang terjadinya peristiwa El Nino.
Namun, ilmuwan menganalisis kondisi iklim berdasarkan isotop oksigen yang terperangkap dalam karang fosil memperluas catatan klimatogis di wilayah utama ini di lebih dari 20 letusan purba.
“Banyak studi permodelan iklim menunjukkan hubungan dinamis di mana letusan gunung berapi dapat memulai peristiwa El Nino. Kami dapat menjalankan model iklim berabad-abad ke masa lalu, mensimulasikan letusan gunung berapi selama milenium terakhir,” kata Dee, seperti yang dilansir dari Heritage Daily, Jumat (27/3).
Data karang yang dikumpulkan oleh ilmuwan iklim dalam perjalanan ke Pasifik, menunjukkan sedikit hubungan antara gunung berapi yang diketahui dan peristiwa El Nino selama waktu itu. Seperti cincin pohon, arsip paleoklimat ini memiliki indikator kimia, isotop oksigen, kondisi samudera pada saat mereka terbentuk.
Data karang menghasilkan catatan kebenaran tinggi dengan resolusi kurang dari sebulan, melacak El Nino-Southern Oscillation (ENSO) di jantung Pasifik tropis tengah. Delapan karang yang tumpang tindih dengan waktu yang dipelajari para peneliti memegang catatan kondisi yang jelas selama 319 tahun dari 1146-1465.
Mereka juga mengambil data dari karang lain mencakup lebih dari 500 tahun milenium terakhir. Rentang waktu itu termasuk letusan Gunung Merapi pada 1257. Samalas, yang terbesar dan paling belerang dari milenium terakhir.
Cobb mengatakan penanggalan sampel karang kuno tergantung pada penanggalan uranium-thorium yang tepat, diikuti oleh ribuan analisis spektrometri massa isotop oksigen karang dari bubuk yang dibor setiap 1 milimeter melintasi sumbu pertumbuhan karang.
Isotop oksigen-16 hingga oksigen-18 yang diungkapkan oleh spektrometri menunjukkan suhu air pada saat karang terbentuk. Rasio kedua isotop dalam karbonat adalah fungsi dari suhu.
“Itulah keajaibannya, itu didasarkan pada termodinamika murni,” ujar Cobb.
Dee menambahkan para ilmuwan telah merekonstruksi waktu letusan gunung berapi dari catatan inti es. Mereka membandingkan waktu letusan terbesar dengan catatan karang untuk melihat apakah peristiwa pendinginan vulkanik berdampak pada iklim tropis Pasifik.