REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Chloroquine atau klorokuin baru-baru ini menjadi obat primadona. Pasalnya, obat ini digunakan untuk pasien Covid-19.
Padahal, pengidap penyakit lupus atau Orang dengan Lupus (Odapus) juga membutuhkan obat ini. Bahkan, laman The Guardian menyebutkan, Odapus kini mengeluh kesulitan mendapatkan klorokuin.
Melansir The Guardian, Senin (30/3), obat yang sangat penting bagi jutaan Odapus di seluruh dunia ini, kini sudah jarang ditemui di apotek. Pasalnya, klorokuin diambil oleh negara-negara yang terdampak Covid-19. Mereka dinilai mengabaikan uji coba yang akan menunjukkan apakah hydroxychloroquine bekerja melawan infeksi coronavirus.
Kekurangan klorokuin dilaporkan terjadi di Inggris. Paul Howard, seorang perwakilan dari Lupus UK, mengatakan, pihaknya mulai menerima permintaan dari pasien di seluruh Inggris sekitar sepekan yang lalu. Permintaan klorokuin meningkat dengan cepat setiap hari.
Sebanyak 90 persen dari sekitar 60 ribu orang di Inggris yang menderita lupus, hydroxychloroquine adalah pengobatan utama mereka. Obat ini untuk mencegah sistem kekebalan tubuh mereka membuat terlalu banyak antibodi.
"Apotek lokal tidak memiliki stok, mereka tidak bisa memastikan kapan stok akan tiba," lanjut Howard.
Menurutnya, tidak ada alternatif lain karena imunosupresan lain memiliki efek samping toksik. Ini juga dapat membuat orang berisiko lebih tinggi terhadap Covid-19.
"Kami sangat prihatin saat ini," ungkap Howard.
Di Italia dan Prancis, saat ini dokter bisa meresepkan hydroxychloroquine (versi yang kurang toksik dari obat malaria chloroquine). Padahal, tidak ada bukti kuat untuk membuktikan bahwa itu efektif terhadap Covid-19.
Bahkan, India sebagai negara yang memproduksi bahan baku klorokuin melarang semua ekspor bahan kimia untuk menjaga persediaannya sendiri. India merekomendasikan semua petugas kesehatan untuk menggunakan obat itu untuk melindungi diri dari virus.