Selasa 31 Mar 2020 12:29 WIB

Saran Pakar Agar Ibu Tetap 'Waras' Selama Karantina

Ibu harus bijak mengelola suasana hatinya agar tetap 'waras' selama karantina.

Rep: Santi Sopia/ Red: Nora Azizah
Ibu harua bijak mengelola suasana hatinya agar tetap waras selama karantina (Foto: ilustrasi ibu stres)
Foto: Piqsels
Ibu harua bijak mengelola suasana hatinya agar tetap waras selama karantina (Foto: ilustrasi ibu stres)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selama menghadapi pandemi Covid-19, tak jarang mood seseorang bisa berubah. Salah satu anggota keluarga yang penting mengelola suasana hatinya dengan baik adalah ibu.

Bagi ibu pekerja, karantina di rumah memang hal yang mengagetkan. Biasanya, ibu mungkin sudah menjalani aktivitas di luar rumah dengan bekerja dan bertemu kolega. Namun, ibu pekerja kini harus diam di rumah.

Baca Juga

Di samping itu, ibu rumah tangga mungkin saja sebelumnya punya me time dengan tidur siang atau melakukan hobi sebelum anak pulang sekolah. Namun, kini ibu seharian harus bersama buah hati.

Ibu mungkin berada dalam kondisi terhimpit karena tak lagi punya ruang untuk sendiri. Meski demikian, ibu harus bijak mengelola suasana hatinya dan menjaga diri agar tetap "waras".

"Penting menjadi ibu yang tetap waras di rumah itu tidak mudah. Tentu stres akan datang, dan ingat, kemarahan ibu sebagai pusat emosi di rumah akan memengaruhi yang lain," kata psikolog Roslina Verauli MPsi saat live Instagram, beberapa waktu lalu.

Dia menjelaskan, periode waktu untuk diri sendiri tentu berkurang. Namun, bagaimanapun masa-masa ini tetap harus dilewati dengan mengelola suasana hati secara baik.

Ibu bisa melakukan hobi-hobi yang tertunda selama ini, entah itu membaca, berkebun, memasak, dan lainnya. Selama periode pandemi ini, seorang ibu atau istri membutuhkan penyaluran aksi. Hal ini untuk memberikan kenyamanan pada diri sendiri.

Sebagian ada yang menyalurkannya lewat berbelanja impulsif, makan, hingga menumpahkan emosi dengan marah-marah. Verauli mengimbau ibu harus punya toleransi yang lebih besar dalam mengelola stres.

"Tidur cukup sehingga otak betul-betul cukup istirahat karena pusat emosional ada di otak. Jadi, otak butuh istirahat sehingga emosional mudah terkelola," katanya menambahkan.

Komunikasi dengan pasangan tentunya menjadi hal penting lainnya. Komunikasi terbuka, kerja sama, saling mengerti akan situasi ini, termasuk anak-anak.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement