REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Prinsip mode berkelanjutan sejatinya sudah ada sejak zaman nenek moyang. Boro, praktik tekstil tradisional Jepang utara yang usianya berabad-abad, menggunakan sumber daya terbatas untuk tujuan bertahan hidup dan fungsionalitas.
Dalam bahasa Jepang, boro berarti sobekan kain atau compang-camping. Seperti namanya, pakaian maupun kerajinan boro dibuat dengan menyatukan potongan-potongan kain, sehingga limbahnya sangat sedikit atau tidak ada sama sekali.
Para perempuan Jepang yang membuat kain ini ratusan tahun silam tentunya tidak memiliki sumber daya luas atau terpapar pengetahuan global. Meski demikian, teknik mereka sejajar dengan apa yang saat ini diterapkan perancang busana berkelanjutan
Organisasi nirlaba Japan Society mengusung boro dalam pameran di New York, Amerika Serikat. Pameran "Boro Textiles: Sustainable Aesthetics" menampilkan lebih dari pakaian boro, koleksi pribadi antropolog budaya Chuzaburo Tanaka.