Rabu 01 Apr 2020 12:24 WIB

Pakar: Mudik Penduduk Ubah Masa Puncak Wabah Covid-19

Masyarakat diimbau mengikuti aturan pemerintah agar virus corona tidak kian menyebar.

Ilustrasi virus corona dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat.
Foto: CDC via AP, File
Ilustrasi virus corona dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Pakar virus Universitas Brawijaya (UB) Malang dr Andrew William Tulle, M.Sc mengemukakan gerakan mudik penduduk Jakarta ke sejumlah daerah di Tanah Air memengaruhi pola penyebaran dan akan memunculkan kasus-kasus baru. Bahkan, gerakan mudik itu mengubah masa puncak wabah Covid-19.

"Jika upaya pencegahan transmisi dapat dimaksimalkan, perkiraan puncak wabah juga akan bergeser dan wabah virus ini bisa segera berakhir," katanya di Malang, Jawa Timur, Rabu (1/4).

Baca Juga

Dosen Fakultas Kedokteran UB itu menambahkan selama ini virus corona masih ditransmisikan secara efektif antarmanusia, sehingga jumlah penderita terus bertambah. "Upaya yang dapat dilakukan adalah menghambat penyebaran dengan mengurangi kemungkinan transmisi virus antarmanusia, hingga seluruh penderita sembuh dan terbebas dari virus," katanya.

Ia berharap dengan mengurangi transmisi dan seiring berjalannya waktu, virus corona akan mengalami mutasi dan menjadi lebih lemah. Hal ini seperti terjadi pada SARS 2002-2003, di mana hasil penelitian menunjukkan adanya mutasi virus SARS 2002-2003 yang menyebabkan keganasan virus berkurang dan kasusnya mereda.

Andrew mengimbau masyarakat tetap mengikuti aturan pemerintah agar virus corona tidak semakin menyebar. "Di Indonesia, kemampuan untuk mendeteksi kasus baru Covid-19 masih terbatas," kata lulusan Master of Science (Biology & Biotechnology) RMIT University, Melbourne, Australia itu.

Ia mengatakan virus corona merupakan virus yang memiliki selubung di bagian luar yang disebut envelope. Pada virus-virus envelope, jika envelopenya rusak akan menjadi inaktif. 

Karena itu, virus-virus envelope mudah diinaktifkan. Akan tetapi, lanjutnya, virus corona berbeda dengan virus envelope yang lain, karena lebih mampu bertahan di lingkungan. 

"Hanya saja faktor yang menyebabkan virus corona lebih stabil masih belum jelas," kata Andrew.

Ia mengatakan berdasarkan penelitian terbaru di NIH (National Institute of Health, US), virus COVID-19 dapat bertahan di lingkungan selama delapan jam dengan sedikit penurunan jumlah mulai terjadi pada tiga jam pertama. Selain itu, virus tersebut juga dapat bertahan cukup lama pada permukaan benda mati.

Waktu paruh virus, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk jumlah virus berkurang menjadi separuhnya. Pada permukaan tembaga sekitar tiga jam, kertas kardus sekitar delapan jam, besi selama 13 jam, dan plastik selama 15 jam.

"Berdasarkan penelitian tersebut, virus masih terdeteksi pada besi dan plastik hingga 72 jam, tetapi jumlahnya sudah turun hingga sepertiganya. Namun, penelitian tersebut hanya menguji stabilitas virus, belum diketahui apakah virus tersebut masih infeksius atau tidak," katanya.

Kendati demikian, ia mengimbau masyarakat tidak panik. Pada saat menangani SARS belum ada media sosial, sehingga tenaga medis bisa menangani dengan lebih tenang.

Pada masa Covid-19 ini, sering muncul broadcast-broadcast yang kurang tepat dan hoax-hoax di media sosial yang membuat masyarakat semakin panik. "Mungkin media bisa membantu dalam perang' melawan COVID-19 ini dengan menyebarkan berita-berita positif, sehingga dapat membantu meredakan kepanikan di masyarakat," demikian Andrew William Tulle.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement