Rabu 01 Apr 2020 17:52 WIB

Bersama hadapi Corona

Dampak psikologis akibat corona ini dapat tergolong kategori adanya pemicu rasa cemas

Mahesti Pertiwi, MPsi, Psikolog RS Sari Asih Ciputat
Foto: RS Sari Asih Ciputat
Mahesti Pertiwi, MPsi, Psikolog RS Sari Asih Ciputat

Oleh Mahesti Pertiwi, M.Psi, (Psikolog RS Sari Asih Ciputat)

"Bersama” di sini kita lebih fokuskan kepada  bersama-sama mengupayakan untuk tetap sehat mental menghadapi Corona ya :)

Sehat mental itu apa sih?

Hari ini sudah cukup banyak artikel yang membahas mengenai kesehatan mental, sudah  banyak juga yang sadar akan pentingnya kesehatan mental. Menurut WHO (2004), kesehatan mental adalah kondisi sejahtera di mana individu mampu; menyadari kemampuan yang ia miliki, mengatasi tekanan dan stres dalam kehidupan sehari-hari, bekerja secara produktif, dan mampu berkontribusi aktif di lingkungan/komunitasnya.  

Jadi, kesehatan mental tidak hanya tentang ketidak-hadiran penyakit atau gangguan mental saja. Penting untuk menyadari kondisi kesehatan mental kita, akan tetapi juga tidak disarankan mendiagnosis diri sendiri ya. Libatkan bantuan profesional jika mungkin kita sudah merasa terganggu dan menjadi tidak produktif, hingga memengaruhi fungsi kehidupan lainnya, seperti pekerjaan, hubungan sosial, dsb.

Beberapa waktu ini kita sedang mengalami hal yang tidak biasa. Hal ini turut memengaruhi kondisi kesehatan mental kita. Situasi yang diberi istilah "social distancing" atau yang saat ini sudah diganti menjadi "physical distancing" (WHO,2020), mengubah beberapa hal dalam keseharian kita secara cepat.

Dampak psikologis akibat corona ini dapat tergolong kategori adanya pemicu rasa cemas. Di mana meski kita tidak mengalami gejala dari terinfeksi virus ini, namun kita merasa mengalami ancaman karena tidak bisa memprediksikan di masa depan. Rasa cemas merupakan reaksi alami tubuh terhadap "sesuatu", yang sebenarnya bermanfaat untuk membuat kita menjadi lebih berhati-hati dan waspada. Namun, rasa cemas bisa menjadi tidak sehat jika muncul secara berlebihan, sulit dikontrol, atau sampai mengganggu aktifitas sehari-hari. Isi pikiran kita saat mengalami cemas adalah ide-ide yang terkadang tidak logis atau tidak rasional. Namun, karena kuatnya arus pikiran itu sendiri membuat kita yakin dan percaya bahwa hal buruk/ yang tidak logis/ tidak rasional yang kita pikirkan tersebut adalah suatu fakta. Misalnya, ketika kita mendapatkan informasi bahwa jumlah pasien corona bertambah, sebagian dari kita mungkin akan berpikir bahwa hal tersebut akan terus meningkat jumlahnya tanpa terkendali. Kita meyakini betul bahwa itu pasti. Padahal semua itu belum menjadi fakta sampai benar terjadi. Tetapi, karena keyakinan ini kita “pertahankan” sebelum fakta terjadi, kita mengalami dampak yaitu kecemasan, dan membuat kita melakukan hal-hal yang berlebihan. Memang, pandemi ini memicu adanya rasa kecemasan dalam diri individu hampir di seluruh dunia. Padahal, kondisi psikologis kita/ kesehatan mental kita akan memengaruhi kesehatan fisik kita. 

Bukankah selama ini kita pernah melalui keadaan-keadaan yang belum pernah terjadi sebelumnya dan sangat menantang dalam hidup..? Kemudian, kita belajar bahwa hal tbs. berlalu, dan kita mampu bertahan.

Bedanya, saat ini kita mengalami gejala yang sama,  “sumber kecemasan kita sama”, sehingga ini kemudian memicu kuat keyakinan kita akan ketidak-pastian. Jika kita memiliki perasaan seperti itu, jangan salahkan diri kita sendiri karena memilikinya. Hal ini dikatakan “normal” untuk situasi yang tidak normal saat ini. Meskipun demikian, pertimbangkan untuk dapat mengadopsi strategi dalam mengendalikan emosi ini, sehingga dapat membantu mengurangi frekuensi dan intensitasnya. Alhasil, kita tidak berlebihan namun juga tidak menjadi abai.

Ada hal-hal yang masih dapat kita upayakan untuk mengelola emosi diri, sehingga tetap mampu menjaga kesehatan mental di masa physical distancing saat ini.

- Upayakan menyusun aktifitas-aktifitas yang masih tetap dapat dilakukan selama masa physical distancing ini. Contohnya dengan membuat penjadwalan yang jelas, seperti rencana kegiatan harian, misalnya hari ini seharian akan melakukan apa saja dibuat list aktifitas harian atau seperti rencana belajar/pekerjaan atau target capaian belajar/pekerjaan bagi yang bisa bekerja/belajar dari rumah (misalnya dengan membuat penjadwalan yang jelas, seperti rencana belajar atau target capaian kerja); bila hal tsb tercapai, kita beri reward diri dengan hal yang masih memungkinkan pada kondisi saat ini, misalnya menanyakan diri dengan menyaksikan drama favorit selama 2 jam di hari tsb.

- Upayakan mengondisikan tempat tinggal (rumah atau tempat kost) kita. Seperti setting tempat untuk belajar atau bekerja dari rumah/ kost dengan suasana yang nyaman versi kita.

- Upayakan melakukan aktifitas lain sebagai sarana refreshing dari target pekerjaan atau belajar yang mungkin menjadi lebih banyak daripada sebelumnya; misalnya kita bisa menulis, melukis, bernyanyi, atau bisa juga melakukan hal-hal yang selama ini tertunda atau belum sempat kita lalukan karena kesibukan kita (selama masih mungkin dalam masa ini;  misalnya dengan berkebun di halaman rumah).

- Upayakan meskipun berada di dalam rumah, penting untuk menjaga tubuh agar tetap beraktifitas secara fisik. Aktif secara fisik dengan tetap berolahraga ringan di dalam rumah atau halaman rumah kita (berjemur pada pagi hari selama 15-30menit), selain itu mencuci piring, mengepel lantai, atau merapikan kamar.

- Upayakan melakukan hal yang dapat merilekskan pikiran kita dari rutinitas; misalnya dengan mempraktekkan relaksasi, latihan pernapasan dalam/ deep breathing, atau mendengarkan musik.

- Upayakan tetap memfokuskan pikiran pada hal-hal yang masih dapat kita kontrol. Kita tidak bisa mengontrol penyebaran penyakit corona dan kapan kondisi ini akan berakhir, tetapi kita mengetahui ada kerja sama global yang belum pernah terjadi sebelumnya di antara para ilmuwan yang berusaha untuk menemukan vaksin dan perawatan. Kita juga bisa tetap melakukan menjaga jarak fisik, mengatur pola makan dengan gizi seimbang,  istirahat cukup dan berkualitas, minum vitamin, menjaga kebersihan diri, meningkatkan imunitas, dan ikuti berbagai saran lainnya dari ahli kesehatan. 

- Upayakan bangun dan pertahankan pikiran & harapan positif. Misalnya dengan menuliskan dalam jurnal harian/ notes smartphone akan hal-hal yang masih bisa kita syukuri selama masa physical distancing ini. Selain itu, hindari berita atau rumor yang tidak jelas, dengan berusaha memilih sumber informasi yang terpercaya saja.

- Tetap beribadah dan berdo'a

- Upayakan bisa tetap terhubung dengan orang lain. Tetap berkomunikasi dengan keluarga atau teman kita (misalnya melalui video call atau sebisa mungkin manfaatkan media teknologi lainnya)

*Saling jaga saling bantu saling mengingatkan dan menguatkan. Bersama kita hadapi corona dengan tetap menjaga kesehatan fisik dan psikis.

:)

 

✓Referensi:

- American Psychiatric Association. (2000). Diagnostic and statistical manual of mental disorders (Revised 4th Ed.). Washington, DC: Author.

- Beck, A. T. & Emery, G. (1985). Anxiety disorders and phobias: A cognitive perspective. New York: Basic Books.

- Morgan, King & Robinson (1986). Introduction to Psychology. 7th edition. Singapore: Mc Graw-Hill International Edition.

- Sarafino, E.P. (1994). Health Psychology: Biopsychosocial Interaction. 2nd edition. New York: John Wiley and Sons, Inc.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement