REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Hidayat Nur Wahid (HNW) menyambut positif langkah pemerintah yang mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2020 sebagai respons untuk mengatasi wabah Covid-19. Namun HNW juga mengingatkan pemerintah berhati-hati mengalokasikan dan merelokasi anggaran agar tepat sasaran serta menjauhi tindakan korupsi yang merugikan masyarakat dan negara.
“Perppu ini perlu kita apresiasi, karena ditujukan untuk atasi covid 19, dan tidak untuk menetapkan status darurat sipil, wacana yang dikritik masyarakat luas. Namun, ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan oleh pemerintah agar anggaran untuk wabah Covid 19 bisa tepat sasaran dan tak melampaui ketentuan hukum yang berlaku,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Kamis (2/4).
Hidayat yang akrab disapa HNW menyoroti sumber anggaran penanganan wabah Covid-19 yang berasal dari sisa anggaran, dana abadi pendidikan, dana yang dikuasai oleh negara (uang sitaan), dana Badan Layanan Umum (BLU) dan dana Badan Umum Milik Negara (BUMN) sebagaimana diatur Pasal 2 huruf e Perppu tersebut. Ia menilai seharusnya pemerintah merealokasikan juga anggaran yang tak sangat urgent seperti anggaran untuk membangun ibu kota yang baru, dan anggaran infrastruktur yang dalam APBN 2020 nilainya mencapai Rp 419 triliun.
“Seharusnya bukan Dana Abadi Pendidikan yang diambil dan dikorbankan, melainkan dana pembangunan ibu kota baru, dan infrastuktur yang dialihkan untuk penanganan wabah Covid-19. Apalagi untuk Dana Abadi Pendidikan ternyata ada Perpres 12/2019 yang ditandatangani oleh Presiden Jokowi sendiri bahwa Dana Abadi Pendidikan adalah dana yang bersifat abadi untuk menjamin keberlangsungan program pendidikan bagi generasi berikutnya yang tidak dapat digunakan untuk belanja,” ujarnya.
HNW menuturkan Dana Abadi Pendidikan sangat bermanfaat untuk pembangunan manusia Indonesia sekaligus revolusi mental yang sering dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo. “Investasi di pembangunan manusia melalui dana pendidikan harus terus dilakukan, agar kelak tercipta semakin banyak dokter atau ilmuwan asal Indonesia untuk menangani wabah virus semacam corona ini di kemudian hari,” ujarnya.
Lebih lanjut, Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menuturkan ada pula dana realokasi dari anggaran Kementerian yang tidak urgen sebagaimana disebutkan oleh Presiden Jokowi senilai Rp 62 triliun. “Dengan reaklokasi anggaran tersebut ditambah dengan realokasi dana infrastrukur, itu sudah bersesuaian dengan anggaran untuk atasi wabah Virus Covid-19 yang saat ini dialokasikan sebesar Rp 405 triliun,” ujarnya.
Selain itu, HNW juga mengkritik ketentuan Pasal 27 Perppu No 1 Tahun 2020 yang menyebutkan bahwa biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah di berbagai bidang merupakan penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara. Ia menilai bahwa pemerintah seperti ingin berlindung dari Pasal itu agar tidak bisa terjerat kasus korupsi, sekalipun kemungkinan terjadinya korupsi bisa terbuka, karena salah satu unsur dalam korupsi adalah adanya kerugian negara.
“Ada atau tidaknya kerugian negara itu nanti setelah ada proses hukum. Seharusnya pemerintah membuat aturan yg memastikan prinsip negara hukum terlaksana, rakyat selamat dan sejahtera serta jauh dari korupsi. Apalagi, UU Tipikor menegaskan bahwa apabila terjadi korupsi pada saat negara dalam keadaan bencana, krisis ekonomi, atau dalam keadaan bahaya, ancaman hukumannya bisa sampai tingkat pidana mati,” tukas Anggota Komisi VIII DPR RI yang membidangi urusan penanggulangan bencana ini.
“Seharusnya itu yang perlu dipertegas, agar pengalokasikan anggaran tersebut benar-benar tepat sasaran, terutama untuk Rakyat yang terdampak, dan Tenaga Kesehatan yang berjuang mati-matian di garis terdepan (dan banyak yang sudah gugur saat laksanakan tugas),” pungkasnya.