Jumat 03 Apr 2020 18:38 WIB

UII Tolak Pembahasan RUU Cipta Kerja dan RUU Minerba

Produk hukum yang dibuat DPR seolah hanya menjadi domain elit.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Agus Yulianto
Kuasa hukum dari pemohon, Anang Zubaidy (tengah).
Foto: Antara/M Risyal Hidayat
Kuasa hukum dari pemohon, Anang Zubaidy (tengah).

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- DPR akan melanjutkan pembahasan RUU Cipta Kerja (Omnibus Law) dan RUU revisi UU Mineral dan Batu Bara (Minerba) saat pandemik Covid-19. Pusat Studi Hukum (PSH) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) pun menolak pembahasan RUU Cipta Kerja dan RUU Minerba.

Kepala PSH FH UII, Anang Zubaidy mengatakan, data terakhir menunjukkan sudah lebih dari 1.700 orang positif dan 170 orang meninggal Covid-19. Karenanya, PSH FH UII menyampaikan penolakan atas sikap DPR yang malah ingin melakukan pembahasan di tengah-tengah pandeik Covid-19.

"Kengototan ini layak dipertanyakan mengingat upaya penanggulangan bencana Covid-19 yang saat ini dilakukan masih menemui banyak masalah baik dari sisi regulasi hingga implementasi seperti pola koordinasi, transparansi, dan konsistensi kebijakan," kata Anang, Jumat (3/4).

Dia menerangkan, pembahasan RUU Cipta Kerja dan RUU revisi UU Minerba oleh DPR menunjukkan sikap tidak empatik dan tidak mendukung upaya-upaya dalam melakukan pencegahan perluasan penyebaran Covid-19. Terlebih, saat ini sedang pembatasan sosial berskala besar.

Pembahasan RUU Cipta Kerja dan RUU revisi UU Minerba dapat dipastikan tidak akan optimal, terutama berkaitan pemenuhan asas transparansi dan partisipasi publik. Wabah Covid-19 yang menuntut pembatasan sosial berskala besar akan menyulitkan semua elemen masyarakat kritis.

Anang mengingatkan, minimnya kritik akan melahirkan norma yang justru jauh dari kebutuhan hukum masyarakat. Karenanya, produk-produk hukum yang dibuat DPR seolah hanya menjadi domain elit, bukan lagi domain publik.

"Baik RUU Cipta Kerja maupun RUU revisi UU Minerba, keduanya memiliki catatan konseptual dan substansial yang cukup serius untuk dikritisi," ujar Anang.

Pembahasan keduanya sangat penting dan saat ini dikhawatirkan akan lewatkan banyak hal-hal yang secara konseptual dan substansial yang selama ini jadi kontroversi. PSH FH UII memandang kedua RUU tidak perlu diputuskan tergesa.

Untuk itu, perlu pikiran yang jernih dan perasaan yang tenang agar hasilkan produk hukum yang berdaya jangkau panjang, berdaya guna dan berhasil guna. Serta, benar-benar mencerminkan kebutuhan hukum masyarakat.

Saat ini, segala pikiran dan tenaga seluruh komponen bangsa didedikasikan untuk penanggulangan Covid-19 yang semakin mengkhawatirkan. DPR, kata Anang, justru penting memaksimalkan fungsi pengawasan ke langkah-langkah eksekutif.

Untuk itu, PSH FH UII meminta DPR RI dan Presiden RI menunda pembahasan RUU Cipta Kerja dan RUU revisi UU Minerba sampai situasi negara memungkinkan. Agar, lahir produk hukum yang baik, partisipatif, transparan dan benar-benar mencerminkan kebutuhan hukum masyarakat.

Kemudian, PSH FH UII meminta kepada DPR RI untuk memaksimalkan fungsi pengawasan, terutama terkait dengan langkah-langkah pemerintah dalam penanganan Covid-19. Titik pengawasan seperti kesiapan tenaga medis dan fasilitas kesehatan yang dimiliki.

Lalu, rencana realokasi APBN dalam rangka penanganan Covid-19. Mekanisme pemberian bantuan bagi kelompok-kelompok tertentu yang telah dinyatakan Presiden RI dalam pidato 31 Maret 2020 lalu.

Selain itu, keterbukaan informasi mengenai wilayah-wilayah sebaran Covid-19 di Indonesia. Serta, koordinasi antar dan intra lembaga pemerintahan dalam rangka meminimalisir diseminasi informasi yang berubah-ubah dan membingungkan masyarakat.

"Semoga Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melindungi bangsa Indonesia dari bencana dan segera mengangkat dari musibah Covid-19," kata Anang. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement