REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Hampir seluruhnya dari kita mungkin mengenal kata investasi, dan tak seluruhnya dari kita mengenal kata mudharabah maupun qiradh. Di hampir setiap bank syariah, istilah mudharabah kerap digunakan untuk merujuk pada makna investasi. Lantas apa perbedaan mudharabah dengan qiradh?
Sebagaimana diketahui secara lumrah, mudharabah merupakan bentuk kerja sama antara dua pihak atau lebih. Di mana shohibul amal (pemilik modal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian di awal.
Sedangkan pengertian qiradh hampir serupa dengan mudharabah, yakni terciptanya akad antara pemilik modal dengan pengelola modal dengan syarat keuntungan di antara keduanya.
Dalam buku Belajar Ekonomi Islam karya Cecep Maskanul Hakim dijelaskan, pada awalnya istilah mudharabah popular di kalangan Ahlul Kufah (Irak) tempat mayoritas pengikut madzhab Hanafi. Di sisi lain, para pengikut madzhab Syafi’i memiliki terminologi sendiri dengan menggunakan istilah qiradh dengan makna yang serupa dengan mudharabah.
Istilah qiradh sendiri popular di kalangan Ahlul Hijaz (penduduk Hijaz, sekitar Makkah dan Madinah). Namun umumnya bank syariah kerap menggunakan istilah mudharabah untuk merujuk makna investasi atau penggunaan pembiayaan.
Meski terdapat penolakan dari majelis ulama provinsi untuk menggunakan istilah qiradh, namun Dewan Syariah Nasional (DSN) memutuskan mengambil istilah mudharabah untuk memberikan fatwa-fatwa terhadap sejumlah produk perbankan. Seperti investasi (bank dan asuransi), keuangan, dan surat obligasi. Hal ini sebagaimana yang tercantum dalam Himpunan Fatwa DSN tahun 2001.