REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dua obat antimalaria, hidroksiklorokuin dan klorokuin, disebut-sebut sebagai solusi potensial dalam perang melawan Covid-19. Meski demikian, para peneliti memperingatkan bahwa obat-obatan itu bisa berakibat fatal bila digunakan bersama obat antidiabetes.
Studi terbaru itu digagas oleh tim periset dari Universitas Johns Hopkins, Weill Cornell Medicine, Institut Riset Kanker Ludwig, dan Pusat Kanker MD Anderson Universitas Texas. Hasil riset sudah dipublikasikan secara daring pada laman BioRxiv.
Para peneliti melakukan eksperimen terhadap sejumlah tikus. Sebanyak 30 sampai 40 persen tikus ternyata tidak bertahan hidup saat diobati dengan kombinasi hidroksiklorokuin (HCQ) atau klorokuin (CQ) bersama dengan obat diabetes metformin.
Sebaliknya, tidak ada catatan kematian pada kelompok tikus dengan pengobatan tunggal. Meskipun tidak ada penelitian yang dilakukan terhadap manusia, studi menggunakan tikus bisa menjadi peringatan serius akan potensi toksisitas klinis kombinasi tersebut.
Menurut peneliti, laporan HCQ dan CQ yang memiliki aktivitas anti-Covid-19 bisa mengarah pada penyalahgunaan. Sementara itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) telah mengajukan penggunaan otoritas penggunaan darurat (EUA) untuk obat tersebut.
"Kami berharap laporan kami akan membantu untuk merangsang kewaspadaan farmakovigi dan pemantauan reaksi obat yang merugikan dari penggunaan CQ atau HCQ, terutama dalam kombinasi dengan metformin," ujar para penulis, dikutip dari laman Times Now News.
Baik hidroksiklorokuin maupun klorokuin digunakan untuk mengobati malaria dan kondisi autoimun seperti rheumatoid arthritis dan lupus. Beberapa uji klinis yang menjanjikan sedang berlangsung untuk pengobatan beberapa jenis kanker.
Ahli jantung AS memperingatkan pula risiko penggunaan kombinasi obat malaria-antibiotik (hydroxychloroquine dan azithromycin). Pemberian obat pada pasien yang sudah berisiko atau sakit kritis dapat meningkatkan risiko irama jantung abnormal yang berbahaya.