REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ida Bagus Alit Wiratmaja, Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia, Provinsi Banten
Berdasarkan teologi Hindu, terjadinya pandemi Covid-19 merupakan hukum alam. Sama dengan musibah gunung meletus, gempa bumi, tsunami, dan peristiwa alam lainnya. Siklus alam bekerja, planet berputar, ada siang ada malam, dan sebagainya.
Itulah RTA sebagai hukum alam yang bersifat abadi dalam hubungan manusia dengan alam semesta ini. Mengganggu atau merusak eksistensi asasi alam, berarti merusak bumi berserta isinya, merusak ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
Belakangan ini, banyak kerusakan alam ka rena rakusnya sebagian manusia menyebabkan siklus alami asasi terganggu. Misalnya, hutan semakin banyak yang gundul. Ini menyebabkan ketidakseimbangan alam yang menimbulkan rusaknya siklus alam yang asasi.
Perubahan siklus alam itu menyebabkan berbagai bencana di belahan bumi ini, termasuk pandemi Covid-19 yang melanda ham pir seluruh negara di dunia. Coba kita lihat, begitu terjadi pandemi Covid-19 yang dimulai di Wuhan, Cina, kita lihat perubahan alamnya luar biasa, dengan berhentinya aktivitas ekonomi, hiruk-pikuk lalu lintas, dan berhentinya sementara kegiatan industri.
Maka itu, setelah berhentinya aktivitas tersebut, kita lihat pemandangan angkasa udara di Wuhan terlihat membiru, bersih jernih. Demikian juga saat perayaan Hari suci Nyepi oleh umat Hindu di Bali, selama 24 jam penduduknya berdiam di rumah, terlihat pemandangan di angkasa membiru, bahkan berdasarkan penelitian BMKG telah terjadi penurunan tingkat polusi sampai 40 persen.
Inilah RTA, hukum alam ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, untuk menata eksistensi dan dinamika alam dan manusia yang terbangun dari lima unsur yang disebut panca maha bhuta (pertiwi/tanah, apah/air, bayu/udara, teja/api, dan ether/ruang angkasa).
Dalam Kalender Bali dinyatakan, ritual Hindu mengajari melakukan puja dan ritual sesuai siklus hidup dan semesta dalam ritual mulai dari lahir sampai kematian. Demikian pula, ritual kepada alam semesta, sebagai syukur dan mohon keselamatan kepada Tuhan.
Hindu mencintai alam dan lingkungan, kapan, dan di mana pun ia berada. Untuk maksud itulah, umat Hindu selalu berkurban suci untuk kelangsungan alam kecil (bhuwana alit) dan alam besar (bhuwana agung). Mereka melakukan upacara Bhuta Yadnya dengan tujuan mengharmoniskan alam. Dalam kitab suci Agastya Parwa dinyatakan, Bhuta Yadnya adalah mengembalikan unsur-unsur alam dan melestarikan tumbuh-tumbuhan.
Ketika terjadi pandemi Covid-19 hukum alam berjalan, semestinya kita minggir sementara dalam jalan yang aman (bekerja dari rumah, belajar dari rumah, dan berdoa dari rumah). Sama saat musim ombak besar di laut, nelayan tidak melaut sementara.
Bagaimana kita menjaga keharmonisan hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkung an, merupakan tiga hal yang dikenal sebagai Tri Hita Karana, konsep yang melihat kesatuan sistemis dari alam itu sendiri.
Tujuannya, mendorong bagaimana manu sia mengembangkan kasih sayang kepada sesama manusia, melestarikan lingkungan alam, dan hidup dalam perdamaian dunia menuju kesejahteraan dan kemakmuran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehubungan dengan pandemi Covid-19, ini salah satu perubahan alam, sebagai isyarat agar kita sebagai manusia mampu menjaga keseimbangan atau keharmonisan hubungan dengan alam.