Selasa 14 Apr 2020 00:09 WIB

Mozaik Pemikiran Aburizal Bakrie

Pemikiran Abu Rizal Bakrie terangkum dalam buku Percik Permenungan H Aburizal Bakri

Buku Aburizal Bakrie
Foto: Istimewa
Buku Aburizal Bakrie

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Lalu Mara Satriawangsa

Pidato adalah komunikasi lisan (oral) yang disampaikan secara langsung kepada khalayak ramai. Sebuah pidato mencerminkan pola pemikiran yang pidato. Dan kebanyakan pidato disampaikan oleh para politisi, pemimpin nasional maupun Ketua Umum Partai Politik. 

Buku Percik Permenungan H. Aburizal Bakrie; Mengawal Kebhinekaan dan Persatuan merupakan inti sari dari berbagai pidato politik Aburizal Bakrie selaku Ketua Umum Partai Golkar periode 2009-20016, maupun sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Golkar.

Buku ini merangkum pemikiran Aburizal Bakrie di berbagai kesempatan dengan tema yang bervariasi. Untuk mempermudah, penyajian buku ini di bagi atas  lima bab. Bab pertama Peran Partai – Wahana Pengabdian, Bab kedua Mempersatukan – Menjaga Keberagaman, Bab ketiga Kontribusi Pemuda – Memperkuat Bangsa, Bab keempat Jaga Kemandirian – Capai Kesejahteraan, dan Bab kelima Budaya – Karya Nyata.

Hamparan mozaik gagasan dalam buku ini memiliki makna istimewa.yakni memberi penegasan mengenai sosok Aburizal Bakrie bukan saja tokoh penting sebuah partai besar (Partai Golkar, melainkan juga seorang negarawan yang tak kenal lelah mengawal Indonesia dalam perjuangannya menuju bangsa dan negara yang demokratis, nonsektarian, sejahtera, dan berkeadilan.

Sikap kenegararawanan Aburizal Bakrie selalu terlihat dan mewarnai kebijakan. Dalam satu kesempatan Aburizal Bakrie menyampaikan, “Kepada partai politik dan kekuatan politik lain, mari sejenak kita melupakan warna masing-masing. Saya tidak bosan mengingatkan, jika negara dan bangsa membutuhkan, maka tidak boleh ada kuning, merah, biru hijau, atau putih. Yang ada adalah Merah Putih. Kita memiliki kepentingan yang sama, yaitu kemajuan Indonesia, kemaslahatan seluruh rakyat Indonesia.

Politik bukan sekedar kekuasaan, dan pemerintahan bukan semata kedudukan dan jabatan. Kekuasaan dan jabatan adalah amanah, tugas dan tanggung jawab – bukan sekedar kehormatan, keistimewaan, dan bukan pula fasilitas. Dalam politik dan pemerintahan terkandung azas-azas moral yang bermuara kepada kepentingan bersama. Karena itu, mereka yang berada pada profesi dan bidang politik dituntut  melaksanakan amanah mulia ini – sebuah mission sacre bagi putra putri terbaik bangsa.” (halaman 18 dan 19)

Politik bukan hanya berhubungan dengan apa yang “seharusnya”, tetapi juga dengan apa yang “senyatanya” terjadi dalam masyarakat.

Fragmentasi politik merupakan cerminan pluralisme pilihan rakyat. Tetapi di lain pihak, fragmentasi ekstrem sangat menyulitkan dan menjadi beban yang menghambat jalannya pemerintahan yang efektif.

Manakala soalnya adalah kepentingan strategis negeri kita, manakala pertaruhannya adalah nasib dan kemajuan anak-anak Indonesia, maka seluruh komponen bangsa harus bersatu merapatkan barisan. Hanya dengan kebersamaan yang erat, kita sanggup menjadikan politik dan kekuasaan sebagai instrument pencapaian tujuan-tujuan yang mulia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Pemikiran Agama

Di bagian lain Aburizal Bakrie menunjukkan keprihatinan atas berbagai perkembangan sosial dalam masyarakat yang menunjukkan aneka potensi disintegrasi sosial. Terutama atas disrupsi dan entrusi terhadap kerukunan dan toleransi antar umat beragama belakangan ini. Gangguan atas kehidupan bangsa yang berdasarkan prinsip kebhinekaan ini mutlak harus segera dihentikan.

Bagi Partai Golkar, agama adalah penting karena posisinya sangat strategis. Yakni, menjadi landasan moral dan etika dalam pembangunan bangsa. Lebih jauh lagi, agama juga menjadi faktor motivasi yang mendorong untuk berbuat dan berkarya bagi rakyat.

“Dengan ilmu hidup menjadi mudah, dengan seni hidup menjadi indah, dan dengan agama hidup menjadi bermakna. Sebaliknya, tanpa ilmu hidup menjadi sulit, tanpa seni hidup menjadi kasar, dan tanpa agama hidup menjadi tidak bermakna.” (halaman 89)

photo
Buku Aburizal Bakrie - (Istimewa)
 
Kemajuan bangsa akan semakin terkait dengan kemampuannya dalam mengolah pikiran, dan mengembangkan kreatifitas untuk menjawab berbagai kebutuhan praktis manusia.

Walau demokrasi adalah sebuah rahmat, kita jangan sering rebut sendiri, mencari-cari kesalahan orang lain. Kita harus melangkah bersama merebut kemajuan di masa depan. Dalam mencapai semua itu, kita jangan terlalu membuang waktu.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement