Selasa 14 Apr 2020 13:27 WIB

Menolak Pemakaman

Islam mengajarkan menghormati dan menunaikan hak sesama, masih hidup atau sudah wafat

Menolak Pemakaman (ilustrasi)
Foto: Daan Yahya/Republika
Menolak Pemakaman (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Abdul Mu'ti, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah

Penolakan pemakaman jenazah Covid-19 terjadi lagi. Kali ini di sebuah desa di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Peristiwa ini menjadi viral dan isu nasional karena yang ditolak adalah jenazah perawat yang wafat karena tertular virus korona dari pasien yang dirawat.

Penolakan itu tak dapat dibenarkan. Islam mengajarkan agar Muslim menghormati dan menunaikan hak sesama, baik saat masih hidup ataupun setelah meninggal.

Saat seorang meninggal, ada empat hak wajib ditunaikan yakni dimandikan, dikafani, dishalatkan, dan dimakamkan. Pemenuhan itu meliputi, pertama, menyediakan kebutuhan terkait empat hak itu, termasuk membiayai jika keluarga atau ahli waris tidak mampu.

Kedua, menyelenggarakan dengan sebaik-baiknya sehingga semua prosesi berjalan sesuai syariat. Selain kewajiban spiritual tersebut, Islam mengajarkan semua muamalah sebagai kewajiban sosial juga ditunaikan.

Di antaranya soal utang-piutang, mengurus keluarga khususnya anak yatim, jual beli, dan urusan muamalah  lainnya. Seorang yang meninggal dunia, apapun keadaannya adalah makhluk Allah yang mulia dan dimuliakan sebagaimana syariat perawatan jenazah.

Pemakaman berasal dari kata "makam". Secara etimologi, istilah "makam"  derivasi dari bahasa Arab, yakni "maqam". Secara harfiah maqam berarti tempat tinggal atau tempat berdiri. Dalam pengertian yang luas, maqam berarti kedudukan terhormat.

Maqam (maqamat) dalam sufisme adalah perjalanan seorang hamba menuju kedudukan tertinggi di hadapan Allah. Karena itu, istilah makam (maqam) tak sekadar proses memasukkan jenazah ke liang lahat tetapi mengantarkan ke tempat peristirahatan terhormat.

Apa pun kondisi jasad seorang mayit tetap harus dimuliakan, walaupun secara fisik jasad itu rusak. Mereka yang wafat dengan jasad berlumuran darah karena gugur syahid dimakamkan meski bersimbah darah. Itulah syahid dunia dan akhirat.

Mereka yang wafat karena sakit dan wabah penyakit adalah syahid akhirat, apalagi demi menyelamatkan manusia lainnya dari kematian. Kedudukan mereka sangat terhormat di hadapan Allah. Mereka pahlawan kehidupan dan kemanusiaan.

Sesuai hadis, ulama bersepakat, mereka yang wafat karena menyelamatkan pasien Covid-19 adalah syahid dunia. Jika selama hayat ia beramal saleh, Allah membuka gerbang surga dan  membentangkan "karpet merah": udhuluha bi salam al-aminin (QS al-Hijr [15]: 46).

Karena itu, sangat tidak bisa dipahami mengapa sekelompok masyarakat menolak pemakaman jenazah Covid-19, apalagi ia seorang perawat pasien corona.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement