Rabu 15 Apr 2020 10:39 WIB

Studi: Tenaga Medis Covid-19 Alami Masalah Tidur dan Depresi

Penelitian ini melibatkan hampir 1.600 petugas kesehatan Covid-19 di Cina.

Rep: Farah Noersativa/ Red: Qommarria Rostanti
Tenaga medis (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com
Tenaga medis (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, GUANGZHOU -- Para tenaga kesehatan di dunia menjadi garis terdepan dalam penanganan pandemi Covid-19. Tingginya beban kerja membuat mereka memiliki perjuangan berat, kurang istirahat, serta mengalami insomnia.

Dalam sebuah studi, para tenaga kesehatan saat ini memiliki permasalahan terkait dengan tidur. Para peneliti juga menemukan, mereka yang menderita insomnia lebih cenderung mengalami depresi, kecemasan, dan trauma berbasis stres.

Dilansir di laman US News, Rabu (15/4), penelitian ini melibatkan hampir 1.600 petugas kesehatan yang menangani puncak wabah Covid-19 di Cina pada 29 Januari hingga 3 Februari lalu. Para petugas kesehatan itu menyelesaikan kuesioner secara daring.

Hasilnya, sebanyak dua per tiga jumlah petugas atau sebanyak 36 persen, melaporkan mereka mengalami gejala insomnia. Tingkat depresi secara keseluruhan jauh lebih tinggi di antara mereka yang mengalami insomnia yaitu sebanyak 87 persen, dibandingkan mereka yang tidak menderita insomnia sebanyak 31 persen.

Para petugas yang mengalami depresi sedang terdapat sebanyak 23 persen banding 3 persen yang tidak mengalami depresi, dan yang mengalami depresi berat sebanyak 17 persen banding 2 persen yang tidak.

Menurut penelitian yang diterbitkan 14 April dalam jurnal Frontiers in Psychiatry ini, persentase dan perbedaan antara mereka yang tanpa insomnia, serupa untuk kecemasan dan trauma berbasis stres.

Faktor paling penting yang terkait dengan insomnia di antara petugas kesehatan adalah ketidakpastian tentang pengendalian penyakit yang efektif di antara staf medis. Temuan menyebut, ketidakpastian yang kuat itu tercatat 3,3 kali lebih tinggi di antara mereka dengan insomnia dibandingkan mereka yang tidak.

Laporan itu juga mengaitkan adanya tingkat pendidikan yang lebih rendah dengan insomnia. Petugas kesehatan yang berpendidikan sekolah menengah atau kurang, 2,7 kali lebih mungkin mengalami insomnia dibandingkan dengan mereka yang bergelar doktor.

Rekan penulis studi, Bin Zhang, mengatakan pekerja dengan pendidikan yang kurang mungkin lebih takut. Menurut dia, biasanya insomnia yang berkaitan dengan stres bersifat sementara dan hanya berlangsung beberapa hari. "Tetapi jika wabah Covid-19 berlanjut, insomnia mungkin secara bertahap menjadi insomnia kronis dalam pengaturan klinis," ujar peneliti yang merupakan seorang profesor di Southern Medical University di Guangzhou, Cina, dalam rilis berita jurnal.

Para peneliti juga mencatat petugas kesehatan dalam penelitian ini memiliki tingkat stres yang tinggi secara umum. Hal itu disebabkan, mereka berada dalam kontak dekat dengan pasien yang terinfeksi yang dapat menularkan penyakit kepada mereka.

Mereka khawatir tentang menginfeksi keluarga dan teman mereka sendiri. Mereka harus kenakan alat pelindung diri yang luas selama lebih dari 12 jam sekaligus.

"Di bawah kondisi berbahaya ini, staf medis menjadi lelah secara mental dan fisik, dan karenanya mengalami peningkatan risiko insomnia karena stres yang tinggi," kata para peneliti.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement