REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Dr Fadli Zon MSc, Anggota DPR RI, Ketua Umum Ikatan Keluarga Minangkabau (IKM)
Sejak 10 April 2020, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta resmi menerapkan status Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diikuti beberapa daerah lain Bogor, Depok dan Belasi. Meski terlambat, akibat kurang responsif pemerintah pusat; namun penerapan status ini masih lebih baik daripada diambangkan sebagaimana berlangsung lebih sebulan ini.
Sesudah Jakarta menerapkan status PSBB, kita berharap Pemerintah tak lagi lambat melangkah ke keputusan-keputusan strategis selanjutnya, yang diperlukan untuk meredam penyebaran Covid-19 di Indonesia. Salah satu keputusan urgen dikeluarkan Pemerintah adalah larangan mudik. Saya heran, kenapa sejauh ini Pemerintah masih tarik ulur isu mudik ini. Masyarakat dibuat bingung oleh berbagai pernyataan yang saling bertentangan soal mudik oleh pejabat-pejabat Pemerintah pusat.
Mudik memang telah menjadi tradisi turun-temurun. Tiap tahun, lebih dari 19 juta orang pulang kembali ke kampung halaman. Jumlah pemudik jauh lebih kolosal, dibanding peserta ibadah haji yang diikuti total 2,4 juta orang. Masalahnya, otoritas keagamaan di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia, sudah melahirkan sejumlah fatwa tegas melarang atau membatasi ibadah-ibadah keagamaan yang diikuti jamaah dalam jumlah besar, namun larangan serupa belum juga muncul terkait soal mudik. Pemerintah terkesan seperti enggan kehilangan muka dan popularitas jika mengambil keputusan tidak populer tersebut.
Meskipun sudah menjadi tradisi, mudik bukanlah ibadah yang wajib dilakukan. Dan sementara ibadah-ibadah keagamaan wajib saja sudah menyesuaikan diri dengan kondisi kedaruratan, mestinya soal mudik ini lebih mudah dibatasi dan dikontrol Pemerintah. Syaratnya hanya butuh sikap tegas dari Pemerintah alias tidak mencla mencle.
Status PSBB, baik di DKI maupun daerah lainnya, saya kira tak akan banyak artinya jika larangan mudik tak segera diumumkan Pemerintah. Kita tak bisa membayangkan apa jadinya kalau terjadi ledakan jumlah orang terpapar Covid-19 di daerah-daerah. Mengingat kualitas fasilitas kesehatan di daerah belum sebaik di Jakarta, Bandung, Yogya, atau Surabaya. Itu sebabnya, larangan mudik harus segera diumumkan.
Sekjen MUI sudah mengeluarkan pernyataan lebih tegas, mudik tahun ini di tengah pandemi adalah haram. Sejumlah MUI daerah juga sudah mengeluarkan fatwa larangan mudik. Demikian juga Muhammadiyah telah mengumumkan kalau tak mudik adalah sebentuk jihad kemanusiaan. Artinya, lembaga-lembaga keagamaan sebenarnya sudah satu suara menanggapi kondisi darurat ini. Agak aneh malah Pemerintah tidak tegas dan terkesan menunda-nunda dan mengambangkan isu ini.
Sebagai Ketua Umum IKM (Ikatan Keluarga Minangkabau), saya juga telah meminta agar orang-orang Minang di perantauan menunda mudik tahun ini, sampai situasi kondusif. Dalam kondisi normal, pulang kampung, bersilaturahmi tatap muka dengan keluarga besar, memang bernilai ibadah. Namun, dalam situasi seperti sekarang, tindakan itu bisa mendatangkan kemudharatan bahkan menambah masalah.
Itu sebabnya, kami dari IKM meminta kepada seluruh masyarakat Minang untuk ikut berjuang menghentikan penyebaran Covid-19. Caranya dengan tidak mudik, atau menunda mudik ke kampung tahun ini.
Dengan adanya larangan tegas Pemerintah, kita berharap pandemi ini dapat segera diatasi. Mari bekerja sama, saling bahu-membahu untuk mengatasi krisis ini. Kepada Pemerintah, keputusan dan kebijakan harus tepat dan cepat.