Kamis 16 Apr 2020 23:01 WIB

Pakar Ungkap Mengapa Rapat Wantiknas Disusupi Konten Porno

Pratama Persadha menyarankan agar ada aplikasi lokal yang aman untuk rapat online.

Beragam aplikasi yang membantu terjadinya percakapan via video seperti aplikasi Zoom populer karena dibutuhkan masyarakat yang harus di rumah akibat Covid-19.
Foto: EPA
Beragam aplikasi yang membantu terjadinya percakapan via video seperti aplikasi Zoom populer karena dibutuhkan masyarakat yang harus di rumah akibat Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Pakar keamanan siber dari CISSReC Doktor Pratama Persadha memandang perlu aplikasi lokal yang aman guna mencegah pengiriman konten porno ketika melakukan rapat daring via Zoom. Hal itu seperti kejadian dalam rapat online Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional (Wantiknas).

"Saat rapat online Wantiknas lewat aplikasi Zoom, penyusup tiba-tiba melakukan share konten porno. Hal semacam ini sering disebut zoombombing, terjadi berulang kali di seluruh dunia," kata Pratama Persadha melalui pesan WA-nya seperti dilansir kantor berita Antara di Semarang, Kamis malam.

Baca Juga

Pratama menjelaskan bahwa zoombombing adalah bentuk ancaman terhadap para pengguna Zoom. Para peretas masuk lewat link yang disebarkan maupun celah keamanan yang ada. Begitu masuk, para peretas bisa mengirimkan berbagai file dalam meeting tersebut.

"Hal inilah yang kemungkinan terjadi dalam zoom meeting di Wantiknas," ujar pria yang berkarier hampir 20 tahun di Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) atau sekarang menjadi Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).

Baru-baru ini, kata dia, lebih dari 500 ribu akun Zoom, termasuk yang berbayar diperjualbelikan di dark web. Banyak di antaranya adalah akun yang dimiliki oleh pemerintahan dan korporasi besar. Padahal, Zoom sudah mendapatkan berbagai kritikan atas keamanan sejak awal 2020.

Dengan kejadian tidak mengenakkan di rapat Wantiknas, menurut Pratama, sebaiknya jajaran Ring 1 Istana memakai alternatif lain. Kemudian meminta BSSN untuk memberikan solusi jangka pendek dan jangka panjang terkait dengan keperluan video

Menurut Pratama, Zoom sendiri sebenarnya sudah memberikan update yang cukup krusial. Namun, kemungkinan belum banyak diketahui penggunanya, seperti fitur enable waiting room.

"Jadi, peserta harus mendapatkan approval (persetujuan) terlebih dahulu saat mau masuk ke meeting," kata Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi (Communication and Information System Security Research Center/CISSReC) ini.

Dengan update dari Zoom, menurut dia, nantinya hanya host yang bisa melakukan share screen (layar berbagi) sehingga kejadian adanya tayangan porno saat rapat Dewan TIK Nasional tidak lagi terjadi. Hal ini harus diperhatikan benar oleh penyelenggara negara dan pemakai Zoom lainnya.

Kendati demikian, lanjut dia, update dari Zoom tidak serta-merta menutup semua celah keamanan yang ada. Dengan demikian, perlu terus-menerus dilakukan tes serta cek oleh Zoom dan pihak ketiga.

"Hal itu mengingat peretasan terhadap akun Zoom marak, artinya ada celah keamanan yang mudah dieksploitasi oleh peretas," tutur pria kelahiran Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah ini.

Pratama berharap pemerintah melalui BSSN maupun Kominfo bisa melahirkan aplikasi video conference yang bisa dipakai oleh Negara. Adapun syaratnya mudah, yakni harus memperhatikan aspek keamanan.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement