REPUBLIKA.CO.ID, DURHAM -- Menjalani karantina dan menjaga jarak sosial selama pandemi Covid-19 bisa berdampak buruk pada kesehatan mental anak. Banyak orang tua mulai merasa khawatir, pandemi Covid-19 bisa memengaruhi kesehatan mental anak dalam jangka panjang.
Psikolog dan penulis buku Happy Parent, Happy Child, Genevieve von Lob, mengatakan selama masa karantina anak-anak kehilangan kehidupan normal mereka. Misalnya, tidak bisa bermain dengan teman, tidak ke sekolah, atau bersenang-senang di luar rumah secara bebas.
"Sama seperti orang dewasa pada umumnya, anak-anak juga merasakan kegelisahan yang sama," kata Von Lob.
Saat anak-anak merasa stres mereka tidak bisa mengutarakannya secara langsung. Mes begitu, menurut profesor psikiatri Duke University, Robin Gurwitch, orang tua bisa melihatnya dari perubahan fisiologis dan perubahan suasana hati atau perilaku anak.
Bagaimana mengenali tanda-tanda gangguan mental anak selama pandemi? Berikut 10 tanda yang bisa dijadikan acuan menurut Von Lob dan Gurwitch seperti dilansir di Huffington Post, akhir pekan lalu.
1. Perilaku regresif
Secara umum, seseorang akan mengalami sedikit kemunduran perilaku saat mengalami kecemasan atau stres. Misalnya, ketika anak tiba-tiba melakukan hal yang tidak biasa semisal mengisap jempol, membutuhkan mainan khusus untuk kenyamanan, mengompol di celana atau lainnya, itu bisa menjadi tanda gangguan mental.
2. Perubahan nafsu makan
Nafsu makan dan tidur anak sering kali merupakan tanda awal gangguan mental pada anak. Seorang terapis anak dan pendiri AnxiousToddlers.com, Natasha Daniels, mengatakan ketika anak merasa tidak nyaman atau stres biasanya ditunjukkan dengan penurunan nafsu makan. Karenanya, orang tua harus mengawasi perubahan kebiasaan makan, termasuk kehilangan nafsu makan atau kenyamanan makan. Ini sering terlihat pada anak-anak yang lebih tua dan remaja.
3. Masalah tidur
Gangguan tidur sering terjadi pada masa-masa sulit sehingga anak-anak dapat mengalami insomnia, mimpi buruk, terbangun pada malam hari atau ketidakteraturan lainnya. Karena itu, perhatikan apakah anak Anda bisa tidur sepanjang malam atau malah mengalami kesulitan tidur.
4. Pergeseran suasana hati
Perilaku yang harus diwaspadai termasuk ledakan amarah, tiba-tiba menangis atau bahkan kehilangan minat bermain. Anak-anak yang stres cenderung merasa lebih cemas, sementara mereka yang memiliki masalah dengan emosi mungkin akan lebih sering meledak-ledak.
5. Mencari jaminan
Anak-anak dan remaja dapat merasakan kekhawatiran tentang kesehatan mereka sendiri, orang lain, bahkan tentang masa depan dan kematian. Karena itu, jika anak-anak takut ditinggal sendirian, sering bertanya apakah dia bisa tetap sehat, apakah dia bisa tetap hidup, dan mempertanyakan kepastian ataupun jaminan hidup lainnya, maka itu bisa menjadi pertanda anak mengalami gangguan mental.
6. Tak ingin jauh dari orang tua
Saat anak mengalami stres, mereka cenderung menjadi lebih penakut. Untuk itu, anak akan selalu membuntuti kemanapun orang tua pergi dan enggan berpisah sama sekali. Ketika anak melakukan itu, dia akan sulit ditenangkan dan menolak ditinggal sendiri.
7. Mengurung diri
Di sisi lain, beberapa anak mungkin cenderung menjadi lebih pendiam dan suka mengurung diri di kamar. Dia tidak lagi tertarik berkomunikasi dengan orang di rumah, dan mungkin hanya menghabiskan waktunya dengan bermain gawai saja.
8. Gangguan somatisasi
Gangguan ini merupakan gangguan psikologi yang menyebabkan seseorang merasakan gejala penyakit namun tidak ada penyebabnya. Pada beberapa anak dengan gangguan ini, mereka akan mengeluhkan sakit kepala, sakit perut, dan lebih sedikit energi. Jadi, pastikan orang tua selalu mengawasi segala perubahan yang terjadi pada anak.
9. Susah konsentrasi
Anak-anak yang mengalami stres mungkin akan susah konsentrasi, sehingga dia tidak bisa fokus mengerjakan tugas-tugas sekolah atau mungkin menunda-nunda tugasnya.
10. Bertindak berlebihan
Selama masa krisis, orang tua harus mengamati dan menilai perilaku anak-anak mereka. Apakah mereka bertindak berlebihan dari biasanya? Mungkin bisa memerhatikan dari tingkat kemurungan, kemarahan, atau ledakan emosi pada anak.
Sebagai solusi, orang tua mesti proaktif dan memberi rasa aman kepada anak. Misalnya, dengan membuka dialog terbuka dengan anak-anak, memberikan informasi yang benar namun tidak menakut-nakuti, melatih kesabaran, merencanakan kegiatan yang aman di rumah dan kegiatan positif lainnya. Namun jika gejala terus berlanjut, Anda mungkin harus berkonsultasi dengan psikolog anak.