REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ikhwanul Kiram Mashuri
Di antara para pemimpin dunia, mungkin Presiden Donald Trump yang paling jengkel dengan Covid- 19. Bayangkan, negara superpoweralias terkuat nomor satu di dunia -ekonomi, militer, sains, teknologi, dan intelijen--justru paling banyak jumlah korbannya, termasuk bila dibandingkan dengan negara-negara yang penduduknya lebih banyak berlipat-lipat, seperti Cina dan India. Kini, Amerika Serikat menempati ranking satu dalam jumlah yang meninggal dunia maupun yang positif Covid-19.
Tak mengherankan bila di tengah kesibukan -dan juga kepusingan- menghalau penyebaran Covid-19, Trump masih sibuk melemparkan tuduhan ke sana-sini. Ia mencari pihak yang bisa dijadikan kambing hitam penyebab munculnya virus, yang kemudian menyebar ke berbagai penjuru dunia, termasuk ke Amerika yang korbannya paling banyak.
Tuduhan itu langsung diarahkan ke Cina, yang sebelum Covid-19 menyebar, menjadi rivalnya dalam perang dagang. Trump mengatakan pada Rabu lalu, pemerintahnya sedang menyelidiki dugaan kuat virus corona muncul dari sebuah laboratorium biologi yang telah dikembangkan Cina di Kota Wuhan.
Cina, lanjut Trump, juga sengaja menutupi penyebaran virus ini ketika pertama kali muncul di Kota Wuhan. Menurut dia, seandainya Cina terbuka sejak awal tentang corona ini, jumlah korban bisa diminimalisasi.
Sejak awal Trump menyebut virus-yang oleh organisasi kesehatan dunia, WHO, dinamai dengan Covid-19-dengan virus Cina. Sedangkan, menteri luar negerinya, Mike Pompeo, menyebutnya virus Wuhan. Penyebutan seperti itu tentu dengan maksud untuk mendiskreditkan Cina.
Tuduhan Trump berikutnya diarahkan kepada WHO. Organisasi kesehatan dunia itu dituding telah teledor sehingga menyebabkan banyak orang meninggal dunia akibat corona. "WHO gagal melakukan tugas dasar mereka dan harus dimintai pertanggungjawaban," ujar Trump, Selasa lalu.
Keteledoran yang dimaksud adalah WHO sejak awal dinilai tidak objektif dan menerima klaim Cina tanpa mengecek kebenarannya. Menurut Trump, jika saja pakar-pakar kesehatan WHO yang ke Cina bersikap objektif saat meninjau situasi lapangan dan membeberkan kurangnya transparansi Cina, wabah akan bisa diatasi pada sumbernya dengan sedikit kematian.
"Ini akan menyelamatkan ribuan nyawa dan menghindari kerusakan ekonomi dunia," kata Trump, sembari menambahkan WHO telah salah kelola yang parah.
Sebelumnya, Trump mengklaim WHO bersikap "Cina-sentris" dalam menangani pandemi Covid-19 dan mengancam akan menghentikan bantuan ke WHO. Kini bantuan itu benar-benar telah ia setop.
Tuduhan itu tentu ditolak oleh Cina dan WHO. Menurut Presiden Xi Jinping, tuduhan itu sebagai upaya untuk mendiskreditkan Cina. Ia berjanji akan membuat perhitungan pada pihak-pihak yang melemparkan tuduhan.
Sikap tegas Cina itu didukung Presiden Rusia Vladimir Putin, yang berbicara lewat telepon dengan Xi Jinping, Kamis lalu. Menurut mereka, tuduhan kepada Cina sangat politis dan justru kontraproduktif. Xi menyatakan, upaya memolitisasi epidemi itu "berbahaya bagi kerja sama internasional". Putin menganggap "upaya beberapa orang untuk mendiskreditkan Cina" tentang corona "tidak dapat diterima".
Penolakan yang sama disampaikan Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus. Ia menganggap tuduhan kepada organisasinya sarat kepentingan politik. Apalagi bila tuduhan itu dikaitkan hubungan baik Cina dengan Ethiopia, negara asal Ghebreyesus. Selama ini Cina merupakan investor terbesar di Ethiopia, terutama dalam proyek pembangunan bendungan Sad an-Nahdla.
Lalu pertanyaannya, apakah Donald Trump tidak bersalah dalam menyikapi wabah corona ini? Mengapa ia berkali-kali menuduh Cina dan WHO sebagai pihak yang bersalah dalam penyebaran wabah virus ini?
Untuk menjawabnya, ada baiknya mengetahui karakter dan kepribadian dari orang nomor satu di Gedung Putih ini. Pertama, Trump merupakan tipe orang yang mengatakan apa yang dia pikir tanpa rasa khawatir atau takut tentang akibatnya, termasuk tuduhannya kepada Cina dan WHO.
Trump tentu mempunyai motif dan alasannya sendiri. Misalnya, masalah ekonomi, yang menjadi perhatian utama Trump pada tahun pemilihan pre siden Amerika ini. Ia tentu ingin terpilih kembali untuk periode kedua. Kuncinya, ya itu tadi: ekonomi.
Kini ia melihat Cina dan Provinsi Hubei secara khusus dan ibu kotanya, Wuhan, dari mana wabah itu berasal, kembali berdenyut. Ekonominya bergerak. Sementara itu, kota-kota besar Amerika, seperti New York, Chicago, dan Detroit terperosok dalam mimpi buruk resesi yang berkepanjangan.