REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Chiefy Adi K, Pemerhati bidang Pendidikan, SDM dan Budaya Perusahaan
“Kakak membuka bisnis pendidikan bukan karena kakak mementingkan penghasilan, kakak lebih mementingkan hubungan sosial dan bagaimana caranya pendidikan di Indonesia dapat maju," kata Belva dalam sebuah wawancaranya.
Petikan wawancara tersebut tidak hanya menunjukkan nilai Nasionalisme dan Humanisme seorang talenta muda Indonesia, Adamas Belva Syah Devara CEO Ruang Guru. Sosok muda berbakat yang mendapat beasiswa untuk kuliah di universitas ternama seperti NTU, Harvard dan Stanford. Tidak banyak talenta muda Indonesia yang memiliki semangat dan pemikiran seperti itu.
Belva telah berhasil mengembangkan Ruang Guru startup pendidikan cikal bakal unicorn Indonesia yang saat ini sudah merambah ke Vietnam dengan nama Kien Guru. Keberhasilan inilah yang menjadi pertimbangan utama Bangsa Indonesia memanggil Belva untuk menjadi Staf Khusus Milenial Presiden RI pada 21 November 2019 agar bisa berkontribusi yang lebih luas dan bermanfaat bagi Bangsa Indonesia dengan karya nyata “signature” yang bisa jadi bagian dari masa depan, kebanggaan dan kebahagiaan Bangsa Indonesia.
Kalau boleh memilih, mungkin Belva akan lebih memilih untuk berkontribusi kepada bangsa dengan mengembangkan Ruang Gurunya. Toh, berkarya membangun bangsa bisa lewat cara dan jalan apa pun. Namun siapa yang bisa menolak, ketika ibu pertiwi membutuhkan dan memanggilnya.
Baru-baru ini banyak yang membahas keterkaitan antara posisi Belva sebagai CEO Ruang Guru dengan Program Pra Kerja Pemerintah dalam platform pelatihan on line yang melibatkan Ruang Guru. Hal yang mendasar adalah conflict of interest atau personal interest yang dialamatkan pada Belva.
Karena keputusan Ruang Guru mendapatkan kepercayaan untuk menjalankan program tersebut bisa jadi karena melihat posisi Belva sebagai staf khusus presiden. Apakah seorang Belva sedemikian kuatnya untuk “disegani” sehingga pengambil keputusan memutuskan memenangkan Ruang Guru terlepas apapun prosedur pengadaan? Saya rasa tidak, satu-satunya alasan Ruang Guru mendapatkan kepercayaan tersebut karena kompetensi dan keprofesionalannya, bukan karena faktor Belva yang posisinya kebetulan jadi staf khusus presiden. Selain itu Belva juga tidak memiliki coercive power atau “tampang” orang yang melakukan praktek-praktek yang tidak GCG.
Dalam sebuah diskusi, saya mengibaratkan seorang guru sekolah yang menghasilkan karya sebuah buku. Kemudian tanpa sepengetahuan dan keterlibatannya, ternyata sekolah mewajibkan membeli buku tersebut sebagai salah satu referensi. Apakah buku itu dipilih karena penulisnya? Atau karena kualitas buku tersebut baik sehingga diperlukan dalam proses pembelajaran.
Bola salju bullying yang dialamatkan ke Belva sungguh besar dan mungkin orang-orang pun tak sempat untuk check & balancing informasi dengan mendengar dari dua telinga dan melihat dengan dua mata. Percaya atau tidak percaya, dampaknya pasti akan mempengaruhi kondisi psikologis, rasa percaya diri serta semangat talenta muda modal Bangsa Indonesia tersebut.
Ada yang menyarankan Belva untuk memilih salah satu, Ruang Guru atau Staf Khusus Presiden? Hampir dipastikan Belva pasti akan memilih Ruang Guru sebagai ruang kontribusi nyata bagi Bangsa Indonesia. Apakah negara mau mengijinkan untuk mundur? Karena ini panggilan Kepahlawanan & Nasionalisme.
Dengan kondisi seperti ini, saya cukup prihatin, mungkin hal ini menjadi salah satu penyebab anak negeri memilih berkarya di negara orang lain. Hampir semua orang langsung men-judge tanpa melihat dan mendengar kiri kanan atas bawah. Seluruh gaji Belva sebagai staf khusus presiden dialokasikan untuk bantuan UMKM dan sosial. Adakah seorang Belva memiliki personal interest?
Justru talenta-talenta muda ini harus dikuatkan dan didukung untuk berbuat lebih besar dan manfaat lagi karena secara kapasitas, profesionalisme dan nasionalisme sudah terbukti dan teruji. Mereka mungkin masih awam dalam politik, juga permainan keras politik, monkey business, hengky pengky. Tantangan inilah yang harus kita berikan penjelasan pada talenta muda agar tidak lelah untuk berbuat baik, karena lelahnya akan hilang dan pahalanya akan tumbuh terus. Juga agar mereka bisa mengambil jalan yang jauh dari anggapan permainan politik, monkey business, henky pengky dll.
Tugas kita-lah mengingatkan dan membriefing agar lebih berhati-hati di kemudian hari. Sayang sekali kalau semangat mereka tidak kita jaga
Masalah GCG juga sudah ada aturan jelasnya. Sepanjang sudah GCG dan ketentuan yang berlaku kita wajib dukung. Untuk itu sosok Belva dengan Ruang Gurunya harus diberikan ruang yang lebih besar lagi agar manfaatnya bisa lebih besar bagi negeri ini. Namun semua tetap harus harus dalam koridor GCG.
Talenta Nasionalisme Bangsa Indonesia itu harus kita jaga untuk negeri ini. Bagaimana kalau mereka berkarya di dan untuk negara lain?