Selasa 21 Apr 2020 12:47 WIB

Produk Dana Tunai

Merujuk kepada beberapa fatwa DSN MUI, ada beberapa skema pilihan.

Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, Oni Sahroni.
Foto: Republika/Prayogi
Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, Oni Sahroni.

REPUBLIKA.CO.ID

Kolom Konsultasi Syariah diasuh oleh Dr Oni Sahroni, MA, Anggota Dewan Syariah Nasional MUI.

-------

Assalamualaikum wr wb.

Dalam produk pembiayaan, kebutuhan nasabah tidak hanya barang atau modal usaha, tetapi ada beberapa nasabah yang kebutuhannya adalah dana tunai. Bagaimana skema pembiayaan yang sesuai syariah jika yang dibutuhkan nasabah adalah dana tunai? Mohon penjelasan Ustaz!

Syakir - Depok

---

Waalaikumussalam wr wb.

Di lembaga keuangan konvensional, produk untuk menyediakan dana tunai didasarkan pada kredit berbunga dengan fitur beragam dan memudahkan. Tetapi, di lembaga keuangan syariah, kredit berbunga tidak diperkenankan karena bagian dari transaksi ribawi. Oleh karena itu, harus ada solusi yang memenuhi hajat dana tunai, tetapi bukan kredit ribawi.

Ada banyak sekali hajat nasabah terhadap dana tunai, di antaranya, nasabah membutuhkan dana tunai untuk membayar utang atau untuk kebutuhan pribadi atau membutuhkan barang. Tetapi lembaga keuangan syariah (LKS) kesulitan untuk membeli barang tersebut dari pihak supplier (seperti renovasi rumah dengan supplier yang banyak dan barang-barangnya kecil sehingga tidak memungkinkan LKS untuk membeli, di samping itu si penjual alat-alat bangunan ini hanya menerima pembelian secara tunai). Di sisi lain, memberlakukan skema murabahah atau ijarah tidak tepat karena tidak ada barang atau jasa yang diperjualbelikan ataupun jika ada itu sulit untuk dibeli oleh LKS.

Jika merujuk kepada beberapa fatwa DSN MUI, bisa melakukan pilihan atau skema berikut:

Pertama, sale and lease back, yaitu nasabah dapat dana tunai dengan menjual asetnya ke LKS, kemudian LKS dapat keuntungan dengan menyewakan aset tersebut ke nasabah dan menghibahkannya setelah sewa. 

Dengan konstruksi ini, nasabah mendapatkan dana tunai, LKS mendapat keuntungan yang halal, dan nasabah mendapatkan kembali barang tersebut karena dihibahkan. Hal ini sesuai dengan fatwa DSN MUI No.89/DSN-MUI/XII/2013 tentang Refinancing Syariah dan Standar Syariah AAOIFI No.17 tentang Sukuk.

Kedua, al-bai’ dalam rangka musyarakah mutanaqishah sebagaimana dijelaskan dalam fatwa DSN MUI No. 89/DSN-MUI/XII/2013 tentang Pembiayaan Ulang (Refinancing) Syariah.

(1) LKS membeli atas sebagian barang dari nasabah sehingga terjadi syirkah atas barang dalam rangka pembentukan modal usaha syirkah. Dengan pembelian ini, nasabah mendapatkan dana tunai. 

(2) LKS dan nasabah melakukan akad musyarakah mutanaqishah dengan modal berupa barang yang dinyatakan dalam unit hishah.

(3) LKS dan nasabah melakukan usaha atau transaksi komersial, salah satunya dengan menyewakan aset bersama tadi kepada nasabah. 

(4) Nasabah sebagai penyewa akan mengangsur dan membayar sewa kepada entitas syirkah pada saat yang sama membeli porsi kepemilikan LKS sehingga aset tersebut secara sempurna kembali menjadi milik nasabah.

Dengan skema ini, nasabah mendapatkan dana tunai dari hasil penjualan sebagian asetnya kepada LKS, LKS mendapatkan bagi hasil dari pembayaran hasil sewa nasabah, dan nasabah mendapatkan kembali barang yang menjadi modal syirkah.

Ketiga, beli emas, lalu titip jual. Pembelian emas atas kuasa dari nasabah (calon pembeli) tersebut itu diperkenankan dengan syarat emas yang dijual itu ada, dimiliki oleh nasabah (penjual), ada kuasa dari nasabah kepada LKS, terjadi transaksi antara LKS dengan penjual sehingga emas menjadi milik penjual dan dana tunai menjadi milik nasabah. Hal ini sebagaimana Fatwa No 77/DSN-MUI/V/2010 tentang jual beli emas secara tidak tunai, Fatwa No 111 DSN-MUI/IX/2017 tentang akad jual beli murabahah.

Keempat, gadai emas. Di antara tahapan transaksinya, mengajukan pembiayaan ke LKS dengan emas yang ingin digadaikan yang akan ditaksir nilainya oleh LKS. Nasabah akan memperoleh pinjaman sesuai dengan perhitungan LKS dengan waktu peminjaman yang dapat diperpanjang dengan membayar biaya pemeliharaan.

Gadai emas itu diperkenankan dengan syarat, di antaranya, besaran fee yang menjadi hak perusahaan tidak boleh dikaitkan dengan besaran pokok pinjaman. Produk ini kombinasi dari transaksi utang piutang, transaksi gadai, dan nafaqatul marhun. Sebagaimana Fatwa DSN MUI No.26/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn Emas. Wallahu a'lam.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement