Rabu 22 Apr 2020 09:20 WIB
Wabah

Wabah Yang Terjadi Pada Awal April Abad XX Di Cirebon

Seputar peristiwa wabah yang terjadi pada bulan April awal abad XX di Cirebon

Suasana Cirebon pada awal abad XX (antara tahun 1880-1900).
Foto: gahetna.nl
Suasana Cirebon pada awal abad XX (antara tahun 1880-1900).

REPUBLIKA.CO.ID, -- Oleh
: DR Imas Emalia, Dosen Sejarah Peradaban Islam UIN Jakarta*

Masa sekarang, ingatan dan pandangan kita sangat terkuras dengan fenomena wabah covid-19, mulai awal kemunculan, hilir mudik aneka berita, informasi ketakutan dan kekahawatiran tertular, hingga kebijakan lockdown di segala aspek kehidupan.

Situasi lockdown pun memunculkan dampak berbagai macam. Secara psikologis pun seperti itu. 
Secara tidak sengaja, malam ini, saya membuka-buka catatan saya hasil bidikan dari sumber-sumber yang saya temukan beberapa tahun lalu.

Saya mencoba membuka berdasarkan waktu. Bila 21 April banyak orang mengingatnya tentang hari Kartini, secara global nasional, saya pun demikian, namun sedikit teringat untuk mengkorelasikan dengan fenomena wabah yang pernah terjadi di bulan April di masa lalu, secara lokal, di Cirebon. 


Persoalan ‘masa atau waktu’ seringkali menjadi hal menarik untuk diingat bila terdapat hal penting atau fenomena atau peristiwa di dalamnya. Dalam sejarah tidak saja melihat panggung yang menampilkan peristiwa yang menyenangkan karena ada lakon atau cerita yang indah, baik, atau membanggakan. Namun juga, melihat dan tidak mengabaikan panggung yang kelam/kelabu yang memilukan dan mengecewakan. 
Itulah, kemudian bukan hal yang berlebih bila ada ungkapan ‘biarlah sejarah yang mencatatnya’.

Namun ungkapan itu sudah seharusnya menjadi beban tanggungjawab bagi masing-masing kita (sebagai khalifah), terutama para pengemban amanah yang menyandang pemimpin, yang akan dicatat (dipertanggungjawabkan) kepemimpinannya. 


                             ******

Di Cirebon, awal abad ke-20, beberapa catatan tentang wabah penyakit yang terjadi di setiap bulan April menampilkan dua panggung peristiwa yang berbeda. Ada panggung memilukan di mana ada wabah penyakit typus yang mulai melanda masyarakat di awal bulan April 1911 dan ada wabah pes yang baru berakhir di bulan April 1933.

Masalah wabah-wabah itu sangat lama mengancam kematian masyarakat karena kelalaian pemerintah, juga sikap apatisnya. Panggung kedua ‘seperti’ menyenangkan, di mana pemerintah mengundang para peneliti wabah penyakit dan para dokter, serta mendirikan lembaga penanganan wabah pes. Masyarakat ‘ada’ merasa senang saat tindakan itu dilakukan. Lagi-lagi ‘biarlah sejarah yang mencatatnya’.

Wabah typus: April 1911 sampai April 1913. 


Koran Het nieuws van den dag voor Nederlandsch Indie yang terbit 10 Februari 1913, menuliskan tentang wabah typus yang terjadi mulai bulan April 1911.

Pada lembar ke-2 koran itu menulis Typhus te Cheribon. Kalimat itu seketika tenar di seluruh jagat Hindia Belanda yang mengakses koran itu. Cirebon dilanda wabah typus selama 2 tahun berturut-turut.

Namun yang menjadi menarik diungkap bahwa berita di bulan April 1913 tidak ada lagi tentang merebaknya wabah typus itu. Kok seperti dalam rencana? Sejarah hanya mengungkapkan berdasarkan data, bahwa penjelasan dari koran itu berita wabah typus melanda Cirebon mulai April 1911 dan berakhir di bulan April 1913.


Masyarakat sangat merasa khawatir dan terancam kematian akibat wabah typus selama itu. Persebaran wabah typus saat itu hingga ke daerah pedalaman radius 40-100 kilometer. Hampir seluruh daerah di Keresidenan Cirebon tersebar wabah ini. Wabah typus banyak menelan korban dengan tak pandang bulu, mulai penduduk golongan Eropa, Cina, dan pribumi. Juga mulai kalangan balita hingga dewasa.

Wabah typus menyebar ke daerah Kuningan, Majalengka, dan Indramayu, bahkan Cikampek di sebelah barat Cirebon dan Brebes di sebelah timurnya..
Namun pemerintah terlalu lama membiarkan kasus ini, sehingga wabah semakin menyebar.

Pembiaran oleh pemerintah menuai kritikan dari berbagai media massa. Hingga kemudian membuat gerah pemerintah sampai terpaksa beraksi, tapi korban wabah typus sudah banyak. 
Aksi pemerintah kota Cirebon yaitu meminta kepada Dinas Kesehatan Pusat yang ada di Batavia untuk dikirim peneliti khusus yang dapat meneliti penyebab penyakit typus.

Para dokter peneliti yang dikirim itu kemudian mendatangai beberapa titik wabah di Keresidenan Cirebon. Tentu saja tindakan ini dipandang terlambat karena baru diakukan pada Februari 1913, setelah wabah menyebar selama dua tahun.

Penelitian atas wabah typus pun tidak cepat menemukan hasil yang pasti, saat itu. Baru praduga atau asumsi belaka yang disamakan dengan kasus yang terjadi di Tegal dan Sukabumi, yaitu bahwa penyakit typus muncul karena adanya produksi es yang tidak bersih dan menggunakan air mentah serta bahan pengawet. Mereka melakukan penyelidikan di tiga pabrik es yaitu di Mandirancan, Linggarjati, dan Kota Cirebon. Asumsi itu pun tidak berhasil dibukikan.

Mereka kemudian menyimpulkan bahwa wabah typus yang terjadi di Cirebon ditemukan bukan dari kecerobohan pihak pabrik es, melainkan akibat lingkungan kota yang kotor, terutama Kali Bacin yang ada di pusat kota.

Rupanya sungai itu menjadi tong sampah raksasa yang pelakunya tidak saja masyarakat yang membuang sampah harian, melainkan pemerintah yang membuang potongan pohon yang ditebangnya di hutan dan puing-puing pembangunan jalan raya. Sungai itu menjadi sangat kotor dan sumber penyakit.Kesimpulan itu ditemukan setelah banyak penderita typus yang tinggal di Tangkil dan kampung Cina di sekitar aliran sungai itu.

Namun, pemerintah kota Cirebon tidak menerima alasan dari hasil kesimpulan itu. Bahkan menganggap penyebab wabah typus adalah kesalahan perilaku hidup masyarakat pribumi yang kotor, bukan kesalahan pemerintah.


Tapi antara data penelitian dengan data kematian penduduk yang diberitakan di koran itu selaras bahwa selama bulan april 1911 terdapat 22 kasus typus dengan awal sakit panas, sakit perut, dan meninggal. Mereka kebanyakan mengkonsumsi air yang terkontaminasi sungai Kali Bacin itu.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement