REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Abdul Mu'ti, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah
Agama dan tradisi adalah dua hal yang tidak mudah dipisahkan. Melalui proses akomodasi, akulturasi, dan asimilasi, tradisi dan agama saling memengaruhi atau saling mengisi.
Berbagai tradisi keagamaan dan keislaman lahir dan berkembang dari proses kreatif dialektika agama dan tradisi. Proses Islamisasi damai, peneration pacifique, menjadikan Islam sebagai faktor penting dalam pembentukan budaya Indonesia.
Terjadi senyawa antara agama dan tradisi. Meski demikian, karena memiliki akar yang berbeda, keduanya masih dapat dipilah dan dipisahkan seperti halnya zat dan unsur senyawa kimia. Senyawa itu, antara lain, terjadi pada budaya mudik.
Mudik adalah peristiwa budaya, bukan agama. Jika dimaknai sebagai pulang kampung, mudik mungkin hampir sama dengan bangsa Cina pulang kampung pada perayaan Imlek. Perbedaan keduanya pada dimensi agama di dalamnya. Mudik dan Idul Fitri adalah senyawa.
Tidak diketahui pasti asal-mula mudik. Semua analisis bersifat spekulatif. Spekulasi pertama mengaitkan mudik dengan peristiwa "fathu Makkah". Sembilan tahun setelah hijrah ke Madinah, Rasulullah kembali ke Makkah, tanah kelahirannya.
Walaupun selama di Makkah disakiti, tidak ada setitik pun dendam. Rasulullah memaafkan siapa pun yang pernah berbuat salah kepadanya. Peristiwa inilah yang mendasari tradisi saling memaafkan saat mudik.
Spekulasi lainnya menyebutkan, mudik berasal dari tradisi Betawi. Mudik berasal dari kata "udik" yang berarti kampung. Kata kerja "mudik" bermakna pulang ke kampung. Dalam konteks ini, mudik disebut juga "lebaran" yang secara harfiah berarti luas atau lapang; saat di mana seseorang berlapang dada memaafkan kesalahan orang lain.
Spekulasi lain terkait budaya sowan atau sungkem dalam masyarakat Jawa. Sebagian menyebut, tradisi ini bermula dari Kerajaan Mataram Islam di mana sultan membuka istana untuk rakyat melakukan sungkem. Mudik seakan lekat dengan budaya Jawa.
Semua spekulasi itu bisa diterima atau diabaikan. Mudik berkembang jadi realitas sosial, keagamaan, ekonomi, dan politik yang kompleks. Meski dikaitkan dengan Idul Fitri, nuansa spiritual mudik mulai atau mungkin sudah pudar. Suasana rekreasi tampak lebih kuat.