Sabtu 02 May 2020 06:48 WIB

FSGI Usulkan Pemerintah Buat Kurikulum Darurat Masa Krisis

Perubahan sistem belajar saat krisis memengaruhi 68 juta siswa dan 3,2 juta guru.

Rep: Febryan A/ Red: Dwi Murdaningsih
Siswa SMPN 5 Bandung Rakean Ahmad (14) laman Google Classroom untuk mengerjakan tugas sekolah di kediamannya di Bandung, Rabu (18/3). Pemprov Jabar dan Pemkot Bandung meliburkan kegiatan belajar mengajar di sekolah sebagai antisipasi penyebaran SARS COV-2 di Bandung. Sebagai gantinya siswa diwajibkan belajar secara mandiri dan online dari rumah masing-masing
Foto: Yogi Ardhi/Republika
Siswa SMPN 5 Bandung Rakean Ahmad (14) laman Google Classroom untuk mengerjakan tugas sekolah di kediamannya di Bandung, Rabu (18/3). Pemprov Jabar dan Pemkot Bandung meliburkan kegiatan belajar mengajar di sekolah sebagai antisipasi penyebaran SARS COV-2 di Bandung. Sebagai gantinya siswa diwajibkan belajar secara mandiri dan online dari rumah masing-masing

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengusulkan agar pemerintah membuat kurikulum darurat masa krisis. Usulan ini dilatarbelakangi atas kondisi proses belajar-mengajar saat ini di tengah pandemi Covid-19.

"Skenario pendidikan ini berguna jangak pendek (menghadapi krisis Covid-19) dan jangka panjang (jika suatu saat nanti Indonesia menghadapi ancaman bencana lainnya)," kata Wasekjen FSGI Satriwan Salim dalam siaran persnya yang diterima Republika.co.id, Sabtu (2/5).

Baca Juga

Saat ini, di tengah wabah Covid-19, proses pembelajaran dilaksanakan secara jarak jauh (PJJ) atau belajar dari rumah (BDR). Perubahan sistem belajar ini, kata Satriawan mengutip data World Bank, berdampak pada 68 juta siswa dan 3,2 juta guru di Indonesia.

Namun nyatanya, sektor pendidikan Indonesia tak siap menghadapi perubahan tersebut. "Faktanya banyak ketidaksiapan sekolah, guru, siswa, orang tua, termasuk pemerintah (daerah) untuk menghadapi tantangan pendidikan ini," katanya

Ketidaksiapan itu, kata dia, paling utama adalah karena terbatasnya sarana dan prasarana. Mulai dari keterbatasan sarana media pembelajaran, kompetensi pendidik, akses terhadap sarana media hingga soal pembiayaan.

"Bisa dibayangkan, kurikulum pembelajaran yang dipraktikkan di masa krisis ini adalah kurikulum yang dibuat pada masa normal dan (seharusnya) dipakai untuk keadaan normal pula," ujar Satriwan.

Tak heran, kata dia, siswa merasa terbebani selama PJJ. "Ini potret yang tidak adil bagi siswa dan guru," tegasnya.

Untuk itu, kata dia, FSGI mengusulkan agar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan segera membuat kurikulum darurat masa krisis. Tujuannya bukan mengganti kurikulum yang telah diterapkan sekarang, tetapi sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran di sekolah yang adaptif terhadap kondisi krisis.

"Lakukan perbaikan atau perubahan terhadap Standar Isi, Standar Proses, Standar Penilaian, dan Standar Kompetisi Kelulusan," kata Satriwan.

Kurikulum darurat ini, imbuhnya, merupakan penyesuaian atas kemampuan guru dan siswa dalam menjalankan proses belajar-mengajar selama masa krisis. Bebannya harus dikurangi mengacu pada krisis yang dihadapi serta ketersediaan sarana dan prasarana.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement