Sabtu 02 May 2020 09:32 WIB
Hardiknas

Tujuan Hardiknas: Memberikan Pendidikan Hati

Sudah sesuaikah dengan tujuan pendidikan nasional?

Pendiri Klinik Pendidikan MIPA (KPM), Ridwan Hasan Saputra memberikan materi dalam Republika Fun Science di Kantor Harian Republika, Jakarta, Sabtu (27/8).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Pendiri Klinik Pendidikan MIPA (KPM), Ridwan Hasan Saputra memberikan materi dalam Republika Fun Science di Kantor Harian Republika, Jakarta, Sabtu (27/8).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ridwan Hasan Saputra Motivator Suprarasional

Setiap 2 Mei, bangsa Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Momen yang penting bagi dunia pendidikan Indonesia. Hardiknas biasanya diisi upacara bendera, ceramah dari guru atau kepala sekolah, atau ceramah dari pejabat publik. Di beberapa pemerintah daerah, agenda Hardiknas biasanya diisi acara pemberian penghargaan bagi siswa dan guru yang berprestasi serta anggota masyarakat yang pe duli terhadap pendidikan.

Kegiatan tersebut merupakan hal positif yang harus dipertahankan. Namun, ada yang lebih penting, yaitu mengevaluasi perjalanan pendidikan nasional, sudah sesuaikah dengan tujuan pendidikan nasional?

Tujuan pendidikan nasional tercantum dalam UU Nomor 20 Tahun 2003, "Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab."

Pendidikan nasional, menempatkan tujuan pengembangan potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa pada awal kalimat, tentunya merupakan prioritas utama dan sangat penting. Menunjukkan keimanan dan ketakwaan menjadi landasan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional yang lain. Akhlak yang mulia bisa dimiliki karena didasari oleh keimanan dan ketakwaan serta akan membuat bangsa ini terhindar dari kerusakan moral.

Kreativitas dan ilmu yang dilandasi keimanan dan ketakwaan menghasilkan karya yang bermanfaat bagi orang banyak. Jika sebaliknya, akan menghasilkan kejahatan terencana, sistematis, dan masif yang merugikan orang, bahkan bangsa dan negara. Ketika tujuan pendidikan memampukan peserta didik menjadi manusia beriman dan bertakwa terwujud, tujuan pendidikan yang lain niscaya akan terwujud pula dan bernilai manfaat.

Karena pentingnya keimanan dan ketakwaan, proses pendidikan nasional harus menitikberatkan pada upaya mewujudkan tujuan utama tersebut. Jika ditelusuri, dari proses pendidikan di se kolah saat ini, kurikulum pelajaran lebih fokus pada olah akal, seperti matematika, IPA, serta pelajaran umum lainnya. Pendidikan untuk mengolah hati porsinya lebih sedikit.

Tampak pula dalam hampir seluruh rancangan program pengajaran, kompetensi spiritual, dan kompetensi sosial lebih sebagai bunganya saja, tidak menjadi jiwa pendidikan itu sendiri. Dominasi terbesarnya ada di kompetensi pengetahuan.

Ilmu agama hanya diajarkan dua hingga empat jam dalam sepekan jauh dari cukup untuk mewujudkan tujuan pendidikan utama yang beriman dan bertakwa, ditambah guru yang mengajar hanya penyampai pengetahuan belum mendidik, apalagi menjadi teladan.

Sehingga pendidikan agama yang seharusnya pendidikan olah hati, olah akal, dan olahraga, akhirnya jadi pendidikan olah akal saja. Pendidikan agama terasa sebagai pelengkap saja. Manfaatnya dalam pendidikan sangat kurang.

sumber : Pusat Data Republika
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement