Ahad 03 May 2020 16:57 WIB

Nasionalisme Kaum Pekerja

Kaum pekerja yang disebut buruh selalu menjadi "korban".

Sejumlah pekerja memperbaiki Base Tranceiver Station (BTS) milik Telkomsel yang terdampak gempa bumi di Palu, Sulawesi Tengah, Sabtu (13/10).
Foto: Antara/Basri Marzuki
Sejumlah pekerja memperbaiki Base Tranceiver Station (BTS) milik Telkomsel yang terdampak gempa bumi di Palu, Sulawesi Tengah, Sabtu (13/10).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Abdul Karim, Sekjen DPP Serikat Karyawan Telkom 2016-2019

Covid-19 membuka banyak mata, menyingkap banyak rahasia dan menyajikan sejumlah fakta baru bahwa hidup kita semua ini betapapun juga, memiliki ketergantungan satu sama lain, baik secara lokal regional maupun secara global. Tingginya tingkat ketergantungan itu terbukti bahwa semua orang akhirnya harus menyepakati virus corona hanya dapat dilawan secara bersama-sama. Satu elemen saja tidak kompak, maka rencana-rencana penanganan corona bisa ambyar.

Misalnya ada pasien yang menolak dirawat, atau ada anggota dewan yang ogah dites. Dalam konteks ini, dapat dimaklumi apabila aparat harus bertindak “keras” kepada para pelanggar anjuran jaga jarak.

Fakta baru yang akan banyak menginspirasi adalah konsep work from home (WFH), walau gaya kerja online ini bagi sebagian kalangan bukan barang baru. Bahwa pekerjaan dapat diselesaikan tanpa harus datang ke kantor.

Ketika kondisi corona memaksa orang untuk membatasi gerakan, maka WFH ditengok sebagai satu pilihan agar proses layanan dan produktivitas tidak terganggu. Namun kerja dari rumah menuntut berbagai prasyarat, antara lain ketersediaan teknologi jarak jauh, yaitu jaringan internet dengan segala macam aplikasi pendukungnya.

Covid-19 membuka fakta baru bahwa ternyata kita belum menyiapkan mitigasi jenis ini, di mana manusia tidak boleh bergerak sementara pekerjaan harus tetap jalan. Dalam undang undang kekarantinaan memang sudah disebutkan mengenai karantina dengan berbagai tahapannya, tetapi belum ada contingency untuk WFH.

Banyak aplikasi yang tersedia di internet yang memungkinkan kita menggelar video conference misalnya. Namun penggunaan aplikasi itu selama ini menjadi pilihan platform yang kesekian, belum pernah digarap serius.

Maka ketika WFH tidak dapat dihindari dan penggunaan aplikasi digital itu menjadi wajib, maka kita jadi kelabakan. Ternyata aplikasi-aplikasi gratisan itu tidak handal saat digunakan secara massif. Lantas kita bertanya-tanya, apa yang dapat kita perbuat. Siapa yang menyediakan fasilitas ini?

Ketika anak sekolah harus mengunduh PR melalui ponsel, siapa yang sediakan jaringan, siapa yang memberikan gawainya, siapa yang membelikan paket data, dan seterusnya.

Dengan segenap kebingungan itu, kita dapat menjalankan gerakan perlawanan semesta terhadap covid-19. Semua orang bergerak dan berkreasi.

Di tingkat negara muncul kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Di tingkat para akademisi, muncul berbagai kreasi ilmiah. Di masyarakat muncul inovasi hand sanitizer, mendesain masker model-model baru, mencari empon untuk membunuh virus corona.

Di dunia maya muncul hoax-hoax, parodi-parodi dan gambar-gambar lucu. Di tengah derita kita masih sempat bercanda. Itulah manusia.

Namun yang hampir sempat terlupakan, terapi akhirnya menjadi perhatian utama adalah para pejuang kesehatan.

Para dokter, para medis dan segenap unsur pendukung di rumah sakit. Mereka ini memegang peran penting dalam menangani covid19 dan satu di antara sedikit jenis pekerjaan yang tidak dapat masuk ke program WHF.

Mereka berada di depan garis perkelahian melawan virus. Mereka tidak boleh menghindari, karena mereka justru harus mendekati, bila perlu memegang leher corona itu. Karenanya mereka menjadi korban terdekat.

Mungkin pasien yang mereka rawat sudah sembuh, tetapi mereka sendiri meninggal dunia. Itulah para dokter, paramedis, perawat dan segenap warga rumah sakit yang harus begadang di rumah sakit.

Tekanan masih mereka terima dari stigma oknum masyarakat yang melihat mereka sebagai ancaman sehingga ada yang terusir dari kost-nya. Maka sangat wajar bila mereka difasilitasi dan dimakamkan di makam pahlawan apabila meniggal dunia karena covid-19.

Bila para perawat itu harus berhadapan langsung dengan covid-19 karena pekerjaan mereka tidak dapat dihandel jarak jauh, sebenarnya masih banyak orang-orang yang juga tidak dapat WFH, mereka itu adalah para petugas garis depan di sektor lain yang harus stay at field  (bukan stay at home), yaitu para operator kereta api, pilot-pilot pesawat kargo, sopir-sopir truk sembako, sopir-sopir tanki bahan bakar, petugas SPBU, petugas PDAM, pekerja gangguan listrik dan teknisi-teknisi jaringan internet.

Covid-19 akhirnya membuka tabir gelap ini, tanpa mereka itu semua, pasti dan pasti program-program penanganan covid-19 seberapa pun canggihnya tidak akan dapat berjalan dengan baik di lapangan. Ambil contoh sektor telekomunikasi dan energi listrik. Perusahaan-perusaahaan tempat mereka bekerja pasti mengambil kebijakan-kebijakan khusus di tengah covid-19, terutama dalam mendukung layanan jaringan internet maupun listrik agar WFH tak terkendala.

Secara natural, WFH pasti memicu intensitas percakapan daring. Kami pantau di satu Plasa Telkom, demand layanan indihome tidak surut, bahkan permintaan upgrade speed data meningkat. Kebanyakan dengan alasan WFH.

Karena itu, sensitifitas terhadap dua sektor public utility ini menjadi tinggi. Sedikit saja gangguan listrik atau internet pasti cercaan muncul lebih banyak dari sebelumnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement