REPUBLIKA.CO.ID, Lesunya perekonomian akibat pandemi Covid-19, telah memaksa perusahaan untuk merumahkan sementara karyawan bahkan memutus hubungan kerja (PHK). Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan RI per tanggal 20 April 2020, terdapat 2.084.593 tenaga kerja dari 116.370 perusahaan yang terkena PHK imbas pandemi Covid-19.
Gejolak PHK maupun dirumahkan sementara, tentu akan membuat mereka khawatir akan kondisi keuangan mereka. Apalagi hingga saat ini, tidak ada kepastian kapan virus Covid-19 akan berakhir. Lantas apa yang bisa dilakukan dalam kondisi seperti itu? Bagaimana mengelola uang pesangon atau tabungan secara bijak dalam kondisi menganggur.
Perencana keuangan Mike Rini Sutikno mengatakan, bagi mereka yang di PHK bisa memanfaatkan uang pesangon untuk mencukupi kebutuhan prioritas selama menganggur. Sementara mereka yang dirumahkan sementara, bisa menggunakan tabungan atau aset yang mudah diuangkan misalnya emas atau deposito guna memenuhi kebutuhan sehari-hari selama tidak bekerja. Idealnya uang pesangon atau tabungan tersebut cukup untuk biaya hidup selama enam bulan ke depan.
"Kenapa enam bulan, karena kita tidak tahu pandemi ini akan berakhir kapan. Jadi sebagai antisipasi sembari mencari pekerjaan baru, minimal memegang uang untuk kebutuhan selama 6 bulan," kata Mike saat dihubungi Republika beberapa waktu lalu.
Secara umum, kata Mike, uang pesangon dan uang tabungan harus dialokasikan untuk memenuhi dua pos anggaran prioritas. Pertama, pos anggaran survival atau bertahan hidup dengan realisasi anggaran untuk pemenuhan kebutuhan makanan, biaya listrik dan pulsa. Lalu kedua yaitu pos anggaran untuk modal mencari sumber pendapatan baru.
Dalam memenuhi kebutuhan pos anggaran pertama, Mike menyarankan untuk melakukan kurasi lagi kebutuhan mana yang bisa dihilangkan, dikurangi, atau standarnya diturunkan. Itu penting dilakukan guna menghemat anggaran.
“Dalam kondisi normal itu kan ada gaji, ada yang dipakai untuk belanja bulanan, kebutuhan mingguan, transport, uang sekolah anak dan sebagainya. Nah, karena PHK kita kehilangan penghasilan tersebut, sehingga yang harus kita lakukan adalah bagaimana kita memanfaatkan uang yang ada saat ini dengan bijak,” kata Mike.
Mike juga menekankan pentingnya mengubah gaya hidup pasca di PHK maupun dirumahkan sementara. Jangan gengsi untuk mengubah menu makan menjadi hanya tempe-tahu, jangan gengsi untuk menurunkan standar hidup, karena gengsi bisa membuat pengelolaan keuangan menjadi berantakan.
Sementara untuk pos anggaran modal usaha, dia menyarankan agar tidak memilih jenis yang membutuhkan modal besar. Pilih usaha yang sederhana seperti jualan online dan menjadi re-seller, yang terpenting adalah memiliki pendapatan meski pun sedikit.
“Untuk usaha baru jangan keluar modal banyak-banyak dulu. Dalam kondisi darurat seperti sekarang yang perlu diingat itu bagaimana kita dapat penghasilan, sedikit tidak apa-apa yang penting konsisten, jadi Anda akan semakin terampil berjualan dan jejaring juga makin banyak,” kata Mike.
Lalu apakah boleh uang pesangon atau tabungan boleh dianggarkan untuk biaya lain seperti utang atau cicilan? Mike mengatakan boleh saja, karena memang utang wajib dibayar. Solusinya, hitung kembali utang yang perlu ditunaikan setiap bulan, lalu sesuaikan dengan kebutuhan belanja bulanan. Jika perlu, lakukan penghematan lain agar utang tetap terbayar.
Dalam kondisi menganggur, ia juga mewanti-wanti agar tidak mengajukan pinjaman baik itu ke bank ataupun melalui aplikasi pinjaman daring. Jangan memilih jalan keluar yang akan membuat hidup semakin bermasalah.
"Kalau Anda tidak punya penghasilan jangan mengutang. Karena kalau ngambil utang Anda mesti bayar plus bunga nya, kalau Anda telat bayar itu jadi bunga berbunga, dan itu jadi penyakit sendiri. Dalam kondisi seperti sekarang, ambil jalan keluar yang sehat dan tepat,” kata Mike.
Adalah Karina Dewi, salah satu karyawan di sebuah department store di Kota Bogor yang terpaksa harus dirumahkan sementara. Ia bersama karyawan lain dirumahkan sementara sejak akhir Maret, menyusul instruksi dari pemerintah setempat untuk menutup pusat perbelanjaan. Selama di rumahkan dia pun tidak menerima gaji atau tunjangan apapun. “Iya karena dirumahkan sementara, kita enggak dapat gaji karena kan gak kerja,” kata Karina.
Karina yang telah memiliki seorang bayi, mengaku sangat terpukul dengan keadaan tersebut. Karena menurut dia, hanya mengandalkan penghasilan suami saja tidak cukup menutup kebutuhan kontrakan, biaya susu anak, listrik dan kebutuhan lainnya. Sebagai solusi, ia dan suami melakukan beberapa penghematan anggaran belanja dan selalu mendahulukan kebutuhan buah hatinya.
“Pokoknya kebutuhan bayi dulu yang utama, setelah itu baru kontrakan, dan biaya makan. Jadi ya benar-benar ditekan banget biayanya, dicukup-cukup,” ungkap dia.
Dia mengisahkan, pada bulan Ramadhan biasanya, department store tempatnya bekerja selalu kebanjiran konsumen. Tingginya omset penjualan tentu membawa berkah kepada karyawan. “Sekarang mah boro-boro, THR juga kemungkinan besar gak cair,” kata Karina. Karenanya dia pun berharap, pandemi Covid-19 bisa segera teratasi sehingga ia bisa bekerja seperti biasanya.