REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salam pembaca, mulai pekan ini dan selama bulan Ramadhan, redaksi akan menayangkan tanya jawab seputar zakat bersama Bapak Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM, selaku Ketua Dewan Penasehat Syariah Dompet Dhuafa.
Pertanyaan:
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Bagaimanakah pahala pewakaf, bila tanah wakaf tidak lagi bisa digunakan atau tidak lagi mempunyai nilai ekonomi, misalnya terkena lumpur lapindo, atau bencana alam lainnya?
Bagaimanakah ukuran pahala pewakaf? Diukur dari fungsional tidaknya harta yang diwakafkan, besar kecilnya harta yang diwakafkan ataukah keikhlasan pewakaf terhadap Allah SWT?
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Andi Saputra, Sidoarjo
Jawab:
Alaikumussalam wr.wb.
Sebelum menjawab pertanyaan Andi, kita simak ulang hadis rasul Allah SAW yang diriwayatkan Imam Muslim dari Abi Hurairah ra: “Apabila anak Adam itu telah mati, maka terputuslah amalnya, kecuali dari tiga hal: 1. Sedekah jariah, yang oleh umummya ulama dimaknai wakaf 2. Ilmu yang bermanfaat [dan dimanfaatkan], 3. Anak saleh/salehah yang mendoakan orang tuanya.” Dari hadis di atas dapat dipahami, bahwa pahala wakaf akan berakhir, seiring punahnya harta benda wakaf itu sendiri atau tidak lagi mempunyai nilai ekonomis. Misalnya hewan mati, mobil atau kendaraan rusak; atau bahkan gedung hancur.
Namun kalau contohnya tanah yang terkena lumpur Lapindo, belum bisa dipastikan kepunahannya. Mengingat tidak tertutup kemungkinan, ke depan bisa memiliki nilai ekonomis. Misalnya tatkala daerah eks lumpur Lapindo itu dibuat area rekreasi syari, lalu dikunjungi wisatawan.
Pandangan ini insya Allah tidak mustahil terjadi. Mengingat banyak orang, terutama yang melewatinya melihat-lihat kondisi Lapindo.
Sebagaimana dikatakan Ibn Qayyim al-Jauziyyah, “sesungguhnya wakaf itu tidaklah sah [kecuali jika pewakafannya] semata-mata dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT (taqarrub ila Allah) serta dalam rangka mentaati (perintah)-Nya dan menaati (perintah) rasul Nya.” Maknanya, menurut hemat Pengasuh, niat ikhlas dalam berwakaf, merupakan pangkal dan tumpuan pahala wakaf itu sendiri; namun kadar sedikit-banyak atau besar-kecilnya nilai harta benda kekayaan wakaf, turut memengaruhi besar-kecilnya pahala yang diterima Wakif.
Alasannya, bukankah amalan shalat munfarid (sendirian) dengan berjamaah berbeda pahalanya (1 : 27) menurut Al-hadis? Demikian halnya jumlah pahala zakat, infak dan sedekah. Semakin baik kualitas dan banyak kuantitas seseorang berwakaf, semakin besar pahalanya.
Wallahu a’lam bi-al-shawab.