REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Psikiater dari RS Marzoeki Mahdi Bogor dan Siloam Bogor, Lahargo Kembaren mengajak masyarakat mengenali gangguan tidur saat pandemi Covid-19. Menurutnya, krisis ini memberikan perubahan pada berbagai aspek kehidupan manusia, salah satunya perubahan pola tidur yang berujung gangguan tidur.
"Beberapa pasien yang berkonsultasi di poliklinik mengeluh seperti ini, 'Dok saya sulit tidur pada malam hari', 'Saya coba tidur tapi tidak bisa dok', 'Mimpi buruk sangat mengganggu saya dok'," ujar Lahargo dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Kamis (14/5).
Ia mengatakan, gangguan tidur berdampak tidak baik bagi kondisi fisik karena dapat menurunkan imunitas tubuh. Bagi kondisi psikologis, gangguan tidur dapat memicu munculnya stres, cemas, dan depresi.
Sementara, gangguan tidur saat pandemi Covid-19 dapat mengenai siapa saja, mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga lanjut usia. Lahargo pun mengungkapkan beberapa penyebab gangguan tidur.
Pertama, disrupsi kehidupan sehari hari. Kondisi saat ini menyebabkan perubahan rutinitas sehari hari, seperti bekerja dan belajar dari rumah, aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), menjaga jarak, yang membuat seseorang harus menyesuaikan diri
Hal itu tidak mudah dilakukan. Selain itu, lebih banyak di rumah membuat irama sirkardian tubuh juga terganggu karena kurang terpapar dengan cahaya alami sehingga siklus tidur dan bangun menjadi terganggu. Pada mereka yang tidak bekerja, dapat terjadi oversleep atau tidur lebih lama pada pagi hari. Sebab, mereka merasa tidak perlu terburu-buru, dan ini menyebabkan gangguan tidur pada malam harinya.
Kedua, perasaan cemas dan khawatir. Kecemasan terhadap virus corona karena khawatir ada anggota keluarga yang terinfeksi membuat tubuh tegang dan dapat menyebabkan gangguan tidur. Demikian juga dengan kecemasan akan kurangnya atau hilangnya penghasilan atau pekerjaan. Ketidakpastian kapan pandemi ini selesai, angka kasus konfirmasi positif, serta angka kematian yang meningkat juga menyebabkan kondisi cemas dan khawatir yang berakibat pada gangguan tidur.
Ketiga, depresi dan rasa terisolasi. Depresi ditandai dengan kehilangan berbagai hal yang dicintai, bisa keluarga, teman, pekerjaan, hobi, perkumpulan, uang, dan sebagainya. Rasa terisolasi akibat pandemi ini karena harus selalu di rumah juga dapat memicu munculnya gangguan tidur.
Keempat, stres dalam keluarga, sekolah, dan kerja. Work and study from home seringkali tidak membuat keadaan menjadi lebih santai karena banyaknya tugas yang harus diselesaikan dari rumah, pekerjaan rumah yang harus dibereskan, konflik dan masalah di rumah atau sekolah, serta pekerjaan dapat memicu stres yang menyebabkan gangguan tidur.
Kelima, screen time yang berlebihan. Penggunaan handphone untuk mengerjakan aktivitas sehari hari, media sosial, sampai melihat berita menjadi lebih sering dilakukan saat ini. Pertemuan daring, menonton film, membuat masyarakat lebih banyak melihat layar monitor komputer atau telepon pintar menyebabkan screen time yang berlebihan. Hal ini menyebabkan otak selalu aktif, blue light dari layar menekan produksi melatonin atau hormon tidur dan tidur pun terganggu.