Selasa 02 Jun 2020 17:50 WIB

500 Spesies Terancam Punah dalam Waktu 20 Tahun

Satu kepunahan spesies bisa memicu kepunahan spesies lainnya.

Rep: Mabruroh/ Red: Dwi Murdaningsih
Petugas memberi pakan lutung jawa (Trachypithecus auratus) di dalam kandang Bandung Zoological Garden, Kota Bandung, Selasa (2/6). Bayi lutung jawa yang berusia 30 hari tersebut menambah koleksi Bandung Zoological Garden atas hewan langka berstatus Vulnerable (terancam punah) dan terdaftar pada Appendix II (tidak boleh diperdagangkan)
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Petugas memberi pakan lutung jawa (Trachypithecus auratus) di dalam kandang Bandung Zoological Garden, Kota Bandung, Selasa (2/6). Bayi lutung jawa yang berusia 30 hari tersebut menambah koleksi Bandung Zoological Garden atas hewan langka berstatus Vulnerable (terancam punah) dan terdaftar pada Appendix II (tidak boleh diperdagangkan)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Para ilmuwa mulai memperingatkan munculnya kepunahan massal. Jika tidak bisa dicegah, ini adalah yang keenam yang dialami dunia.

Hasil analisis menunjukan, lebih dari 500 spesies hewan darat ditemukan diambang kepunahan dan kemungkinan akan hilang dalam 20 tahun.

Baca Juga

Pada saat kepunahan yang terakhir terjadi, jumlah yang sama telah hilang. Menurut ilmuwan, bahkan tingkat kehilangan ini akan memakan waktu ribuan tahun, tanpa perusakan alam oleh manusia.

Kepunahan massal ini diperkirakan akan menyebabkan kehilangan besar populasi satwa liar. Termasuk badak Sumatera, rusa Clarion, kura-kura raksasa Española dan katak harlequin. Data historis mencatat, ada 77 spesies dan para ilmuwan menemukan ini telah kehilangan 94 persen dari populasi mereka.

Efek domino

Para peneliti juga memperingatkan efek domino, dengan hilangnya satu spesies memberi pengaruh kepada spesies lain yang bergantung padanya. "Kepunahan akan menimbulkan kepunahan (lain)," kata ilmuwan.

Menurut mereka, kepunahan ini berbeda dengan masalah lingkungan, karena kepunahan tidak dapat dipulihkan. Sementara, manusia bergantung pada keanekaragaman hayati untuk kesehatan dan kesejahteraannya.

"Populasi manusia yang meningkat, perusakan habitat, perdagangan satwa liar, polusi dan krisis iklim harus segera ditangani," kata mereka.

"Ketika umat manusia memusnahkan makhluk lain, (sama saja) ia menggerogoti anggota badannya, menghancurkan bagian kerja dari sistem pendukung kehidupan kita sendiri," ujar salah satu tim peneliti dari Universitas Stanford di AS, Prof Paul Ehrlich dilansir dari The Guardian, pada Selasa (2/6).

"Konservasi spesies yang terancam punah ini harus diangkat dalam keadaan darurat global untuk pemerintah dan lembaga, sama dengan gangguan iklim yang terkait," kata dia.

Analisis tersebut telah diterbitkan dalam jurnal Proceeding of National Academy of Sciences. Para peneliti mengidentifikasi 515 spesies dengan populasi di bawah 1.000 dan sekitar setengahnya memiliki kurang dari 250 yang tersisa. Sebagian besar mamalia, burung, reptil dan amfibi ini ditemukan di daerah tropis dan subtropis.

Para ilmuwan menemukan bahwa 388 spesies vertebrata darat memiliki populasi di bawah 5.000, dan sebagian besar (84 persen) hidup di wilayah yang sama dengan spesies dengan populasi di bawah 1.000.

Contoh yang diketahui dari hal ini termasuk perburuan berang-berang laut, predator utama landak laut pemakan rumput laut. Ledakan bulu babi menghancurkan hutan-hutan rumput laut di Laut Bering, yang mengarah pada kepunahan sapi laut Steller yang memakan rumput laut .

Para peneliti mengatakan temuan mereka dapat membantu upaya konservasi dengan menyoroti spesies dan wilayah yang membutuhkan perhatian paling mendesak.

Profesor Andy Purvis, di Museum Sejarah Alam di London mengatakan penelitian ini memberikan bukti lain bahwa krisis keanekaragaman hayati semakin cepat . Masalah yang paling sulit dihadapi adalah kita tidak tahu lebih banyak tentang sejarah distribusi geografis spesies.Temuan itu tidak membantah kesimpulan, bahwa krisis keanekaragaman hayati adalah nyata dan mendesak.

Georgina Mace, dari University College London, mengatakan analisis baru ini menekankan kembali beberapa fakta mengejutkan tentang sejauh mana populasi vertebrata telah berkurang di seluruh dunia oleh aktivitas manusia. Tetapi dia tidak yakin bahwa memiliki populasi kurang dari 1.000 adalah ukuran terbaik dari spesies yang di ambang kepunahan.

"Kecenderungan penurunan populasi juga penting dan kedua faktor tersebut digunakan dalam Daftar Merah IUCN (Uni internasional untuk konservasi alam-red)," katanya.

Direktur Sains di WWF, Mark Wright, mengatakan angka-angka dalam penelitian ini mengejutkan. Namun, masih ada harapan jika kita menghentikan perampasan lahan dan deforestasi yang menghancurkan di negara-negara seperti Brasil. "Kita bisa mulai menekuk kurva hilangnya keanekaragaman hayati dan perubahan iklim. Tetapi kita perlu ambisi global untuk melakukan itu," tegasnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement